HARI ini, saya menulis dari kota Medan Sumatra Utara, Indonesia. Entah bagaimana saya malam tadi saya tinggal di penginapan Jalan Bintang.
"Jalan Bintang? Masya Allah.. kou tahu tempat apa itu?" Tanya kawan saya orang Medan, setelah bertemu dan mengajak saya ke rumahnya.
Ya. Memang di situ suatu tempat penginapan kelas rendah yang dianggap jijik dipenuhi pelacur murahan. Kalau di KL macam di Belakang Mati Chow Kit Road. Di situ saya sedang minum ringan bersama-sama orang-orang yang baru saya kenali. Ini, lebih kurang perbualannya..
"Sekarang Medan sudah aman.." Kata seorang perempuan berumur kira-kira 40 tahun tukang goreng mi di tingkat bawah rumah penginapan itu."
"Dulunya kenapa?" Saya tanya.
"Dulunya kota Medan ini, separuh dikuasai pemerintah, separuh lagi dikuasai kepala mafia Batak Karo.. Kiranya kita sedang mahu dirampok, sebut saja 'horas' (ertinya kira-kira 'salam sejahtera' dalam bahasa Batak), kita seolah-olah dapat rokemen tidak diapa-apakan oleh preman (penjenayah) itu. Bahkan dikatakan waktu itu kutipan parking kereta di banyak tempat di Medan pun terpaksa di bagi dua antara pemerintah dan preman itu!" Jelas perempuan tersebut.
"Kok, sampai begitu? Siapa nama raja preman itu??"
Seorang lain menambah, "Tanya saja sesiapa pun di kota Medan ini, semua kenal.. Olo Panggabean preman besar. Saya tahu betul sejarahnya. Nama sebenarnya Sahara Oloan Panggabean. Lahir di Tarutung 24 Mei 1941. Meninggal pada 30 April 2009 semasa berumur 67 tahun. Olo adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Friedolin Panggabean dan Esther Hutabarat, keluarga Kristen. Sampai akhir hayatnya tidak pernah menikah.."
Apa kegiatannya, hingga pemerintah pun tidak mahu ambil tindakan tegas? Saya lihat Wikipedia, Olo Panggabean..
"..adalah seorang tokoh yang terkenal karena kegiatannya di bidang perjudian dan juga karena sifat filantropinya... diperhitungkan setelah keluar dari organisasi Pemuda Pancasila, saat itu di bawah naunganEffendi Nasution alias Pendi Keling, salah seorang tokoh Eksponen ‘66’. Tanggal 28 Agustus 1969, Olo Panggabean bersama sahabat dekatnya, Syamsul Samah mendirikan IPK. Masa mudanya itu, dia dikenal sebagai preman besar.
Wilayah kekuasannya di kawasan bisnis di Petisah. Dia juga sering dipergunakan oleh pihak tertentu sebagai debt collector. Sementara organisasi yang didirikan terus berkembang, sebagai bagian dari lanjutan Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila), di bawah naungan dari Koordinasi Ikatan – Ikatan Pancasila (KODI), dan pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (Gakari). Olo Panggabean sering disebut sebagai seorang "raja perjudian" yang berpengaruh di kawasan tersebut, meskipun tuduhan terhadapnya belum dapat dibuktikan pihak berwajib.
Olo Panggabean pernah dituding sebagai pengelola sebuah perjudian besar di Medan. Semasa Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumut (1999), IPK pernah diminta untuk menghentikan praktik kegiatan judi. Tudingan itu membuat Moses Tambunan marah besar. Sebagai anak buah Olo Panggabean, Moses menantang Sutiono untuk dapat membuktikan ucapannya tersebut.
Persoalan ini diduga sebagai penyulut insiden di kawasan Petisah. Anggota brigade mobile (Brimob) terluka akibat penganiayaan sekelompok orang. Merasa tidak senang, korban yang terluka itu melaporkan kepada rekan–rekannya. Insiden ini menjadi penyebab persoalan, sekelompok oknum itu memberondong “Gedung Putih” dengan senjata api."
Ia pernah menerima perintah panggilan dari Sutanto sebagai Ketua polis Sumatra Utara, mengenai judi itu. Tapi ditolak Olo. Susanto memegang kuasa mulai tahun 2005, menyebabkan kegiatan perjudian Olo mulai terjejas. Olo dikhabarkan akhirnya memfokus pula pada bisnis legal, seperti POM Bensin , Perusahaan Otobus (PO) dan sebagainya.
Pada suatu masa, pernah muncul di media massa Indonesia. Ada keluarga yang anaknya ditahan di hospital kerana tak mampu bayar biaya bersalin. Tiba-tiba pihak hospital melayani keluarga itu sebaiknya. Rupanya baru diketahui Olo Panggabean telah melunasi sepenuhnya. Ada juga diceritakan peniaga yang dihancurkan warungnya oleh pihak penguasa, tapi diganti semula oleh Olo Panggabean.
Begitu juga kisah sedih bayi kembar siam Angi-Anjeli anak dari pasangan Subari dan Neng Harmaini yang tidak mampu membiayai operasi pemisahan itu di Singapura, tahun 2004. Dia yang menanggungnya. Begitu juga kisah ibu bayi, Neng Harmaini, melahirkan anai kembar siamnya di hospital Vita Insani, Pematang Siantar, 11 Februari 2004, melalui operasi penyelamat bernama 'operasi caesar'.
Olo Panggabean bertindak cepat menanggung semua biaya yang diperlukan. Bahkan sewaktu bayi bernasib malang itu tiba di Bandara Polonia Medan pada Julai 2004, Olo Panggabean menyempatkan diri menyambut dan menggendongnya.
"Ada juga berita menyebutkan, sebelum Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumut (1999), ramai yang sebelum itu ditukarkan ke tempat lain gara-gara tindakan tugas mereka bertentangan dengan kehendak Olo Panggabean'raja mafia' itu." Sampuk seseorang lain yang mengaku dari keturunan Batak. "Itu sebabnya Danau Toba (tempat orang Batak Kristian puak Olo Panggabean) sejak dulu lagi membangun melebihi tempat-tempat lain di Sumut (Sumatra Utara), Karena kekuatan kuasaannya."
"Oh ada seorang lagi, sepertinya di Jakarta..." Sambut perempuan yang memulakan perbualan tadi.
"Ha. Siapa pula?" saya tak sabar ingin tahu.
"Dia seorang perempuan. Kehadiran Bambang Presiden sekarang telah menumpaskan banyak kumpulan-kumpulan mafia dan preman termasuk orang-orang pemerintah yang korupsi. Semuanya dipenjarakan, termasuk si perempuan ini. Hebatnya perempuan ini, kamar penjaranya dibiayai sendiri menjadi kamar mewah, ada tempat saloon dan sebagainya.. Sehingga berlaku demontrasi seminggu dua lalu, menuntut pemerintah supaya menghalang penjara itu dijadikan hotel mewah melebihi taraf 5 bintang!"
Ya. Saya pun ada mendengar berita demontrasi itu melalui BBC London bahagian Indonesia, beberapa hari lepas. Terfikir saya, bagaimana penjara di negara miskin boleh jadi hotel mewah melebihi hotel 5 bintang? Saya tanya-tanya lagi, akhirnya saya dapat jawapan..
"Apa tidakmya? Perempuan itu adalah rakan baik isterinya Bambang, Bapak Presiden!!" Jawab perempuan di depan saya ini. Oh. Itu sebabnya. Tetapi sebelum pergi, perempuan ini tanya saya lagi, "Mau nggak?"
"Apaan?"
"Cewek. Nona.. Kupu-kupu malam? Hibur, hibur!"
Baru saya tersedar, rupanya saya sedang berada di kawasan pelacuran di kota Medan, Jalan Bintang. Tempat yang kebanyakannya manusia kesasar, otaknya hanya berpusing berbintang-bintang, belum nampak nikmat cahaya bulan.
Esok sambung lagi.. insya Allah.
Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan.alamat e-mail: ibnuhasyim@gmail.com
Jalan Bintang Medan
Feb 04, 2010.
Lihat sebelum ini..
3 comments:
Sakura Hotel juga murah sekitar rp220 ribu per malam. Sekarang di medan hotel ngak ada yg murah lagi. Semuanya mahal2...tapi di Deli Hotel jalan singamaharaja juga masih ok. Jalan bintang , jalan bulan semuanya tempat cewek malam. Tentang Olo no komen....
kok panggabean batak karo. bukannya itu Toba.
kalo karo salamnya juga "mejuah juah" bukan "horas"
Biasa jaguh bercerita......he...he.......buaaal
Post a Comment