Thursday, April 29, 2010

The Chippendales: Gigolo Bukan Budaya Bali. M'sia?


Gigolo bukan sahaja terdapat di Belanda, ada juga di Bali. Gambar atas pemandangan di Bali, bawah gigolo di Belanda. Malaysia bagaimana?

APR 29 10 Bali: Gara-gara film Kuta Cowboys garapan sutradara Singapura Amit Virmani, gigolo di pulau dewata Bali disorot sebagai fenomena negatif pariwisata manca negara. 28 pemuda pantai atau beach boys ditahan pihak yang berwajib. Wartawan mitra Radio Nederland Guntur FM di Bali, I Ketut Wiraatmaja mengomentari budaya gigolo ini.

Menurut Wiraatmaja, lokasi strategis untuk para gigolo memang di pesisir atau daerah pantai, karena memang di sana paling banyak bisa ditemui orang-orang yang berpotensi menjadi klien. Praktek semacam ini sebenarnya dilarang di Bali. Apalagi bagi orang-orang Bali yang masih taat beribadah. Jika orang Bali sendiri yang melakukannya maka mereka akan langsung dikucilkan dari masyarakat.

Sebagai seorang umat Hindu di Bali, Wiraatmaja amat mengutuk praktek gigolo di Bali, karena masalah semacam ini bisa mencoreng nama Bali sebagai daerah wisata terkenal. Ketika ditanya kenapa masalah semacam ini baru sekarang dihebohkan, menurut Wiraatmaja, sebenarnya dari dulu pemerintah atau aparat keamanan memang sudah tahu keberadaan praktek ini sebagai akibat dari adanya bisnis pariwisata, namun memang belum mengambil sikap tegas terhadap praktek ini.

Oleh karena adanya film yang tersebar di internet tersebutlah, yang bisa dijadikan barang bukti, barulah pihak berwenang mengambil tindakan tegas.

Sementara itu, Majalah wanita ternama Belanda 'Linda' bulan ini turunkan edisi bertema utama 'selingkuh.' Sebagai bumbu penyedap, majalah mengundi 25 gigolo untuk menarik pelanggan baru. Apakah ini dobrakan sebuah tabu ataukah trik pemasaran belaka?

'Linda' adalah majalah wanita glossy beromset tertinggi di Belanda. Linda diprakarsai oleh selebriti Belanda ternama, Linda de Mol. Selama bertahun-tahun Linda adalah simbol gadis Belanda kebanyakan. Namun seiring dengan bertambahnya usian, citra Linda (45) berangsur- angsur beranjak nakal.

Bulan ini 'Linda' ini menurunkan topik utama 'perselingkuhan.' Hadiah promo juga disesuaikan dengan tema: 25 pelacur laki- laki --juga dikenal dengan sebutan gigolo-- akan diundi bagi para pelanggan majalah baru. Menurut De Mol wanita kadang-kadang juga butuh hubungan yang tidak mengikat. Dengan kata lain: "Kalau laki-laki boleh memakai pelacur, wanita juga dong," demikian editor Linda, Jildou van der Bijl:

"Mengapa bagi wanita masa kini hal seperti ini tidak terkontrol dengan baik seperti layaknya bagi pria? Di samping itu, kami juga berpikir: ini aksi menarik. Penasaran juga bagaimana pembaca kami akan meresponnya."

The Chippendales

Sekitar tahun 1980an dan 1990an, sekelompok pria seksi berotot baja, bernama sukses menggemparkan Belanda. Pertunjukkan- pertunjukkan mereka dipadati para wanita yang menyaksikan dengan antusias bagaiama para pria menggiurkan ini melucuti pakaian mereka. Diiringi senyum terima kasih, mereka menerima selipan- selipan uang yang disodorkan para wanita. Banyak pria menganggap pertunjukkan ini konyol. Sebagai reaksi balik, para wanita menjawab sengit: kita-kita boleh juga dong?

Gebrakan lain di arah yang sama: beberapa tahun yang lalu majalah perempuan berbeda meluncurkan aksi sensasional untuk ukuran waktu saat itu: Tarzan, sebuah vibrator listrik dengan 'stimulator ekstra.'

Dan sekarang gigolo gratis. Satu lagi tabu dihancurkan. Gerakan baru bagi emansipasi wanita? "Sama sekali tidak," ujar Ciska Dresselhuys, mantan redaktur utama sebuah majalah feminis:

"Saya selalu berjuang agar perempuan tidak memberikan dirinya begitu saja. Dan kalau laki- laki melakukannya, itu bukan emansipasi atau pemberdayaan, itu eksibisionis. Emansipasi berarti mengambil hal-hal yang baik dan bagus dari satu sama lain dan bukannya yang buruk- buruk. Dan saya tidak pernah setuju jika prostitusi dianggap sebagai pekerjaan normal."

Aksi perekrutan pembaca 'ramah wanita' ini juga menerima kecaman dari sudut yang tidak disangka-sangka. Serikat Pelacur Belanda, Vakwerk, menuduh majalah ini "menghasut aksi mucikari." Sebuah kecaman yang juga mengherankan penggagas aksi. Pemimpin redaksi Van der Bijl:

"Kalau menurut saya, jika Anda sudah berjuang sekeras itu agar profesi Anda dianggap sebagai profesi terhormat, seharusnya Anda justru senang dengan aksi majalah kami ini."

Kritik atau tidak, aksi majalah Linda telah menyebabkan kehebohan. Dan sebagai alat pemasaran, setidaknya aksi ini cukup berhasil. Sebagian karena pepatah lama 'sex sells; seks menjual.' "Pendaftaran berlangganan belum sebegitu membludaknya dengan aksi ini," kata Van der Bijl. "Melihat ini saya khawatir kalau mayoritas wanita Belanda belumlah siap."

Komen Blog Ibnu Hasyim: Kerana itu wajarkah, katanya Bali digempur teroris? Bagaimana pula gigolo-gigolo di Malaysia?(AK)

No comments:

Post a Comment