Catatan Perjalanan: Riau 5
PAGI ini, saya masih di Bagansiapiapi. Di sebuah kedai nasi Padang, terkenal mestinya kedai orang Islam, tidak perlu ragu-ragu lagi. Di dinding kedai itu ada dipamerkan seni khat ayat-ayat Qur'an dan dua gambar besar.
Satu gambar lukisan pekan Bagansiapiapi kelihatan dari atas tahun 1947 seperti yang tercatat di bawahnya, terletak di muara Sungai Rokan yang kini menjadi kota Kabupaten Rokan Hilir.
"Tetapi waktu itu masih belum jadi daratan, cuma kuala sungai yang dipenuhi lumpur." kata tuan punya atau penjaga kedai itu. "Hanya gambar inilah jadi kenangan, sekarang tiada lagi.. Ilustrasi dari pelukis tempatan."
Satu lagi tercatat gambar lukisan sungai garam di Bagansiapiapi pada tahun 1972, "Ini, di sebelah kedai ini!" katanya sambil menunjukkan sebuah lorong tar, tempat saya lalui tadi. "Dulu dipenuhi garam.."
Menurut beberapa informasi, nama Bagansiapiapi berasal dari gabungan kata “Bagan” dan kata “Api-api”.
Frase pertama berarti “tempat menyimpan dan menjemur ikan”.
Frase kedua merupakan kosa kata daerah-daerah Bagansiapi-api yang artinya “kunang-kunang”. Nama untuk binatang kecil yang berterbangan pada malam hari, dan di sayapnya terdapat cahaya berkerlipan sehingga terlihat seperti percikan-percikan api.
Menurut Astrie Andriyani, mengisahkan asal-muasal penggunaan kata “Bagansiapi-api” sebagai nama daerah ini, kerana bila malam tiba, di tempat-tempat “penyimpanan dan penjemuran ikan” milik masyarakat pribumi di daerah ini dikerumuni kunang-kunang atau kelip-kelip.
Menurutnya lagi, masyarakat China di Bagansiapi-api biasa menyebut Bagan dengan “Bangliau” (Wang Liao) yang artinya “Jaring Kosong”. Banyak orang dari daerah lain di sekitar Bagansiapi-api menyebut daerah itu sebagai tempat “Bagan” dan tempat “Siapi-api”, yang belakangan menjadi satu frase tersendiri, “Bagansiapi-api”. (Lihat, Andriyani, 2001:19-20).
Petangnya, saya berada di sebuah kedai makan Cina. Saya cuma minum air kelapa sahaja. "Bapak orang Cina?" tanya seorang perempuan Cina sebaya saya, mungkin taukeh kedai itu.
"Ya. Kira-kira begitu. Memang asal-usul saya dari sebuah negara yang berjiran dengan negeri China!",jawab saya. (Lihat asal-usul keturunan saya: Mencari Masjid Di Bandar Ha Noi & Imbauan 2: Sebelum adanya Harakah.. )
Orang Cina di Indonesia, bahasa dan percakapan agak sukar dibezakan dengan bahasa bangsa keturunan pribumi. Hampir sama, kerana pemerintah Indonesia dari dulu tetap mempertahankan kedaulatan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan semua rakyatnya. Walaupun Bagansiapiapi mendapat julukan 'Cina Town' di Riau, namun bahasa perantaraannya tetap bahasa Indonesia.
"Tapi.. bapak orang Islam?"'
"Ya. Kan di negeri China sendiri ramai orang Islam, kira-kira 70 juta lebih. Melebihi dari seluruh penduduk Malaysia yang berbagai kaum itu? Saya sendiri pernah ke China di Kumning di daerah yang ramai orang Islam.. Bahkan orang Islam di sana menguasai ekonomi di daerah sana di China, seperti orang China di sini menguasai ekonomi daerah sini, di Indonesia." Saya berterus terang.
Dia kelihatan terpegun dan tergamam, mungkin pengetahuan itu masih belum sampai kepadanya. Lama juga dia termenung. Lalu katanya serius..
"Aku lahir di Indonesia. Indonesia negeri Aku. Tapi aku masih dianggap bangsa bangsat atau kaum pendatang! Dari kecil aku dilatih melihat bangsa pribumi dengan jijik, pengotor, pemalas dan bangsa China mesti kedepan mendahului mereka.. Dan menguasai kekuasaan melalui ekonomi, kalau tidak mahu kita akan dihambat atau dibunuh di sini sebagai kaum minoriti. Kalau pulang ke negeri Cina pun kita tidak akan diterima sebagai rakyatnya lagi. Kini kita samada mati lari atau mati bertarung.. (bukan semestinya bertarung dengan pemberontakan bersenjata.)"
Menurut maklumat, Bagansiapiapi memang dibuka pertama kali oleh nenek moyang orang Tionghoa atau orang Cina. Namun mereka tidak datang langsung dari Fujian, melainkan dari satu wilayah di Thailand. Ketika itu, mereka terpaksa atau dipaksa mengungsi atau berhijrah, kerana ada masalah dengan penduduk lokal di sana. Akhirnya mereka berangkat ke arah selatan dengan menggunakan beberapa boat, ada yang mengatakan tiga buah.. Salah satu boat itu tenggelam dan hanya bakinya yang berhasil sampai di Bagansiapi-api.
Menurut laporan perjalanan rombongan pendamai tentang 'peristiwa kerusuhan di Bagansiapi-api' yang ditulis oleh Mokhtar, Bagansiapi-api pada tahun 1945 berpenduduk kurang lebih 30,000 jiwa, 80% keturunan China. Pada zaman penjajahan Belanda sebelum tahun 1942, di kota ini tumbuh organisasi-organisasi rakyat Indonesia seperti Syarikat Islam dan Muhammadiyah. Sedangkan pada pihak China ada pula mempunyai organisasi sosial dan ekonomi yang mendapat tunjangan dari pemerintah Hindia Belanda (Lihat, Mahyudin, 2005).
Ada maklumat menyebutkan, berdasarkan pencatatan di empat kelurahan tersebut pada 2006 menyebutkan, penduduk beragama Islam menempati prosentase terbesar di semua kelurahan di Bagansiapi-api dengan rincian sebagaimana berikut:
Bagan Hulu sebanyak 9,712 orang atau 92%. Bagan Timur sebanyak 6,053 orang atau 80%. Bagan Barat sebanyak 8,568 orang atau 63%, dan Bagan Kota sebanyak 3.448 orang atau 57%
dari populasi penduduk di kelurahan bersangkutan.
Prosentase populasi pemeluk agama Budha terbanyak ditemukan di Kelurahan Bagan Kota, ialah 2.427 atau 40%. Bagan Barat, yakni sebesar 3.915 orang atau 29%. Bagan Timur 938 orang atau sebanyak 12%, dan 112 orang atau 1% masyarakat Bagan Hulu yang mengaku beragama Budha.
Demikian pula pemeluk Kristen Katolik dan Protestan. Bagan Barat, 852 orang atau 6%, Kristen Protestan Bagan Hulu 372 orang atau 3%. Pemeluk Hindu paling sedikit, bahkan di Kelurahan Bagan Kota dan Bagan Hulu tidak ditemukan seorang pun yang mengaku beragama Hindu.
Yang menarik, meskipun etnik Tionghoa di Bagansiapi-api mencapai sekitar 40% dari total populasi, tidak seorang pun yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Rokan Hilir sebagai pemeluk selain lima agama resmi negara. Hal ini cukup mengejutkan, setidaknya apabila dibandingkan temuan Andriyani yang mengungkapkan bahawa masyarakat Cina di Bagansiapi-api umumnya menganut Tridarma.
Agama Tridarma agama dengan tiga aliran iaitu Budhisme, Konghucuisme dan Daoisme. Lebih lanjut Andriyani menyatakan, 'orang-orang Cina di wilayah perkotaan Bagansiapi-api dalam menjalankan ajaran agama Tridarma berkonsep pada ajaran ketuhanan Budha, berkonsep pada Konghucuisme sebagai filsafat dan Daoisme dalam melaksanakan upacara keagamaan mereka. Orang Cina di Bagansiapi-api yang menganut agama Budha murni memang ditemukan, meski jumlah mereka sedikit dan tidak sebesar pencatatan yang dilakukan negara.'
Akhirnya, dengan nada lembut wanita Cina didepan saya ini berkata lagi, "Tetapi sekarang, pemikiran aku sudah berubah. Mungkin kerana zaman pun sudah berubah. Rasa benci pada kaum pribumi sudah tiada lagi. Itulah yang sedang aku ajarkan kepada generasi aku. Apalah yang ada pada bangsa dan warna kulit. Berpenganglah kepada pendirian, pegangan dan agama masing-masing. Tuhan jadikan kita berbangsa-bangsa bukan untuk gaduh dan bermusuh, tetapi untuk kenal-kenal dan bersatu... ke arah kebaikan."
Nampaknya sama dengan pemikiran dalam Al-Quran Surah Al Hujarat ayat 13; yang mahfumnya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenali. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Hal ini membuktikan pemikiran dalam Al-Quran boleh menyatukan manusia di dunia, walaupun mereka masih belum berikrar 'Tiada tuhan melainkan ALLAH!.Ertinya boleh berfikir secara Islam, walaupun masih belum Islam. Walauipun masih dalam zon Cina Town..
Di bagan kelip-kelip ini, mengingatkan saya kepada sebahagaian dari lagu Melayu berbunyi..
Kau hilang ghaib sangkaku kau benci
Kiranya sengaja nak menduga.
Kalau 'Kau' itu dimaksudkan dengan 'ALLAH', maka Allah yang hilang dari jangkauan pemikiran manusia, bukanlah tanda Dia benci kepada makhlukNya, tetapi itu hanya cubaan sahaja, supaya ada pencetus yang menyedarnya kembali kepada Ke EsaanNya. Insya Allah. Sekian..
Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan Riau 5.
Satu gambar lukisan pekan Bagansiapiapi kelihatan dari atas tahun 1947 seperti yang tercatat di bawahnya, terletak di muara Sungai Rokan yang kini menjadi kota Kabupaten Rokan Hilir.
"Tetapi waktu itu masih belum jadi daratan, cuma kuala sungai yang dipenuhi lumpur." kata tuan punya atau penjaga kedai itu. "Hanya gambar inilah jadi kenangan, sekarang tiada lagi.. Ilustrasi dari pelukis tempatan."
Satu lagi tercatat gambar lukisan sungai garam di Bagansiapiapi pada tahun 1972, "Ini, di sebelah kedai ini!" katanya sambil menunjukkan sebuah lorong tar, tempat saya lalui tadi. "Dulu dipenuhi garam.."
Menurut beberapa informasi, nama Bagansiapiapi berasal dari gabungan kata “Bagan” dan kata “Api-api”.
Frase pertama berarti “tempat menyimpan dan menjemur ikan”.
Frase kedua merupakan kosa kata daerah-daerah Bagansiapi-api yang artinya “kunang-kunang”. Nama untuk binatang kecil yang berterbangan pada malam hari, dan di sayapnya terdapat cahaya berkerlipan sehingga terlihat seperti percikan-percikan api.
Menurut Astrie Andriyani, mengisahkan asal-muasal penggunaan kata “Bagansiapi-api” sebagai nama daerah ini, kerana bila malam tiba, di tempat-tempat “penyimpanan dan penjemuran ikan” milik masyarakat pribumi di daerah ini dikerumuni kunang-kunang atau kelip-kelip.
Menurutnya lagi, masyarakat China di Bagansiapi-api biasa menyebut Bagan dengan “Bangliau” (Wang Liao) yang artinya “Jaring Kosong”. Banyak orang dari daerah lain di sekitar Bagansiapi-api menyebut daerah itu sebagai tempat “Bagan” dan tempat “Siapi-api”, yang belakangan menjadi satu frase tersendiri, “Bagansiapi-api”. (Lihat, Andriyani, 2001:19-20).
Petangnya, saya berada di sebuah kedai makan Cina. Saya cuma minum air kelapa sahaja. "Bapak orang Cina?" tanya seorang perempuan Cina sebaya saya, mungkin taukeh kedai itu.
"Ya. Kira-kira begitu. Memang asal-usul saya dari sebuah negara yang berjiran dengan negeri China!",jawab saya. (Lihat asal-usul keturunan saya: Mencari Masjid Di Bandar Ha Noi & Imbauan 2: Sebelum adanya Harakah.. )
Orang Cina di Indonesia, bahasa dan percakapan agak sukar dibezakan dengan bahasa bangsa keturunan pribumi. Hampir sama, kerana pemerintah Indonesia dari dulu tetap mempertahankan kedaulatan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan semua rakyatnya. Walaupun Bagansiapiapi mendapat julukan 'Cina Town' di Riau, namun bahasa perantaraannya tetap bahasa Indonesia.
"Tapi.. bapak orang Islam?"'
"Ya. Kan di negeri China sendiri ramai orang Islam, kira-kira 70 juta lebih. Melebihi dari seluruh penduduk Malaysia yang berbagai kaum itu? Saya sendiri pernah ke China di Kumning di daerah yang ramai orang Islam.. Bahkan orang Islam di sana menguasai ekonomi di daerah sana di China, seperti orang China di sini menguasai ekonomi daerah sini, di Indonesia." Saya berterus terang.
Dia kelihatan terpegun dan tergamam, mungkin pengetahuan itu masih belum sampai kepadanya. Lama juga dia termenung. Lalu katanya serius..
"Aku lahir di Indonesia. Indonesia negeri Aku. Tapi aku masih dianggap bangsa bangsat atau kaum pendatang! Dari kecil aku dilatih melihat bangsa pribumi dengan jijik, pengotor, pemalas dan bangsa China mesti kedepan mendahului mereka.. Dan menguasai kekuasaan melalui ekonomi, kalau tidak mahu kita akan dihambat atau dibunuh di sini sebagai kaum minoriti. Kalau pulang ke negeri Cina pun kita tidak akan diterima sebagai rakyatnya lagi. Kini kita samada mati lari atau mati bertarung.. (bukan semestinya bertarung dengan pemberontakan bersenjata.)"
Menurut maklumat, Bagansiapiapi memang dibuka pertama kali oleh nenek moyang orang Tionghoa atau orang Cina. Namun mereka tidak datang langsung dari Fujian, melainkan dari satu wilayah di Thailand. Ketika itu, mereka terpaksa atau dipaksa mengungsi atau berhijrah, kerana ada masalah dengan penduduk lokal di sana. Akhirnya mereka berangkat ke arah selatan dengan menggunakan beberapa boat, ada yang mengatakan tiga buah.. Salah satu boat itu tenggelam dan hanya bakinya yang berhasil sampai di Bagansiapi-api.
Menurut laporan perjalanan rombongan pendamai tentang 'peristiwa kerusuhan di Bagansiapi-api' yang ditulis oleh Mokhtar, Bagansiapi-api pada tahun 1945 berpenduduk kurang lebih 30,000 jiwa, 80% keturunan China. Pada zaman penjajahan Belanda sebelum tahun 1942, di kota ini tumbuh organisasi-organisasi rakyat Indonesia seperti Syarikat Islam dan Muhammadiyah. Sedangkan pada pihak China ada pula mempunyai organisasi sosial dan ekonomi yang mendapat tunjangan dari pemerintah Hindia Belanda (Lihat, Mahyudin, 2005).
Ada maklumat menyebutkan, berdasarkan pencatatan di empat kelurahan tersebut pada 2006 menyebutkan, penduduk beragama Islam menempati prosentase terbesar di semua kelurahan di Bagansiapi-api dengan rincian sebagaimana berikut:
Bagan Hulu sebanyak 9,712 orang atau 92%. Bagan Timur sebanyak 6,053 orang atau 80%. Bagan Barat sebanyak 8,568 orang atau 63%, dan Bagan Kota sebanyak 3.448 orang atau 57%
dari populasi penduduk di kelurahan bersangkutan.
Prosentase populasi pemeluk agama Budha terbanyak ditemukan di Kelurahan Bagan Kota, ialah 2.427 atau 40%. Bagan Barat, yakni sebesar 3.915 orang atau 29%. Bagan Timur 938 orang atau sebanyak 12%, dan 112 orang atau 1% masyarakat Bagan Hulu yang mengaku beragama Budha.
Demikian pula pemeluk Kristen Katolik dan Protestan. Bagan Barat, 852 orang atau 6%, Kristen Protestan Bagan Hulu 372 orang atau 3%. Pemeluk Hindu paling sedikit, bahkan di Kelurahan Bagan Kota dan Bagan Hulu tidak ditemukan seorang pun yang mengaku beragama Hindu.
Yang menarik, meskipun etnik Tionghoa di Bagansiapi-api mencapai sekitar 40% dari total populasi, tidak seorang pun yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Rokan Hilir sebagai pemeluk selain lima agama resmi negara. Hal ini cukup mengejutkan, setidaknya apabila dibandingkan temuan Andriyani yang mengungkapkan bahawa masyarakat Cina di Bagansiapi-api umumnya menganut Tridarma.
Agama Tridarma agama dengan tiga aliran iaitu Budhisme, Konghucuisme dan Daoisme. Lebih lanjut Andriyani menyatakan, 'orang-orang Cina di wilayah perkotaan Bagansiapi-api dalam menjalankan ajaran agama Tridarma berkonsep pada ajaran ketuhanan Budha, berkonsep pada Konghucuisme sebagai filsafat dan Daoisme dalam melaksanakan upacara keagamaan mereka. Orang Cina di Bagansiapi-api yang menganut agama Budha murni memang ditemukan, meski jumlah mereka sedikit dan tidak sebesar pencatatan yang dilakukan negara.'
Akhirnya, dengan nada lembut wanita Cina didepan saya ini berkata lagi, "Tetapi sekarang, pemikiran aku sudah berubah. Mungkin kerana zaman pun sudah berubah. Rasa benci pada kaum pribumi sudah tiada lagi. Itulah yang sedang aku ajarkan kepada generasi aku. Apalah yang ada pada bangsa dan warna kulit. Berpenganglah kepada pendirian, pegangan dan agama masing-masing. Tuhan jadikan kita berbangsa-bangsa bukan untuk gaduh dan bermusuh, tetapi untuk kenal-kenal dan bersatu... ke arah kebaikan."
Nampaknya sama dengan pemikiran dalam Al-Quran Surah Al Hujarat ayat 13; yang mahfumnya,
Hal ini membuktikan pemikiran dalam Al-Quran boleh menyatukan manusia di dunia, walaupun mereka masih belum berikrar 'Tiada tuhan melainkan ALLAH!.Ertinya boleh berfikir secara Islam, walaupun masih belum Islam. Walauipun masih dalam zon Cina Town..
Di bagan kelip-kelip ini, mengingatkan saya kepada sebahagaian dari lagu Melayu berbunyi..
Kelip kelip ku sangkakan api
Sinar mentari membawa cahayaKau hilang ghaib sangkaku kau benci
Kiranya sengaja nak menduga.
Kalau 'Kau' itu dimaksudkan dengan 'ALLAH', maka Allah yang hilang dari jangkauan pemikiran manusia, bukanlah tanda Dia benci kepada makhlukNya, tetapi itu hanya cubaan sahaja, supaya ada pencetus yang menyedarnya kembali kepada Ke EsaanNya. Insya Allah. Sekian..
Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan Riau 5.
alamat e-mail: ibnuhasyim@gmail.com
Cina Town, Riau.
Jun 18, 10.Cina Town, Riau.
E-Buku IH-7: Menuju Cina Town Di Riau
4 comments:
Kalau 'Kau' itu dimaksudkan dengan 'ALLAH', maka Allah yang hilang dari jangkauan pemikiran manusia, bukanlah tanda Dia benci kepada makhlukNya, tetapi itu hanya cubaan sahaja, supaya ada pencetus yang menyedarnya kembali kepada Ke EsaanNya. Insya Allah. Sekian..
Hal ini membuktikan pemikiran dalam Al-Quran boleh menyatukan manusia di dunia, walaupun mereka masih belum berikrar 'Tiada tuhan melainkan ALLAH!.Ertinya boleh berfikir secara Islam, walaupun masih belum Islam. Walauipun masih dalam zon Cina Town..
Akhirnya, dengan nada lembut wanita Cina didepan saya ini berkata lagi, "Tetapi sekarang, pemikiran aku sudah berubah. Mungkin kerana zaman pun sudah berubah. Rasa benci pada kaum pribumi sudah tiada lagi. Itulah yang sedang aku ajarkan kepada generasi aku. Apalah yang ada pada bangsa dan warna kulit. Berpenganglah kepada pendirian, pegangan dan agama masing-masing. Tuhan jadikan kita berbangsa-bangsa bukan untuk gaduh dan bermusuh, tetapi untuk kenal-kenal dan bersatu... ke arah kebaikan."
Semua agama niatnya adalah mengajarkan kebenaran dan kebaikan, tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan umatnya untuk berbuat jahat.
Semua tergantung kepada si pemeluk agama dalam menjalankan agamanya masing-masing, tetapi bukan berarti kalau si pemeluk agama berbuat jahat, maka agamanya ikut jahat.
Contohnya : dalam satu keluarga, anak2 yang dilahirkan dari orang tua yang sama, dari lingkungan yang sama, bisa kita lihat bagaimana di masyarakat banyak anak-anak dari keluarga yang , tetapi sangat bertolak belakang tingkah lakunya. Ada yang sangat baik, tetapi ada juga sangat jahat.
Begitu juga halnya dalam agama. Salam kompak.
Post a Comment