Abu Bakar Baasyir (Proyek Kontra-Terorisme)
Serambi Indonesia.
Serambi Indonesia.
USTAD Abu Bakar Baasyir kembali ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri pada Senin (9/8) di daerah Banjar, Jawa Barat setelah memberikan ceramah di Tasikmalaya. Penangkapannya begitu dramatis. Kaca mobil yang ditumpangi Baasyir dijebol senjata salah satu anggota Densus hingga berantakan. Baasyir pun dipaksa keluar bak buronan yang sudah bertahun-tahun dicari polisi.
Baasyir ditangkap karena dianggap terlibat dalam mendanai pelatihan terorisme di Aceh beberapa waktu silam. Baasyir pun diduga menyetujui, memberikan dukungan, serta menyokong kegiatan terorisme di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, beberapa hari pasca-penangkapannya tersebut Baasyir ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 14 jo. Pasal 7, 9, 11, dan atau Pasal 11 dan atau Pasal 15 jo Pasal 7, 9, 11 dan atau Pasal 13 huruf a, b, c UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Polisi berkeyakinan bahwa Baasyir merupakan aktor intelektual di balik berbagai aktivitas terorisme. Sayangnya, polisi seakan kehabisan akal untuk menjerat Baasyir dengan tuduhan yang disangkakan karena sulit menemukan bukti keterlibatan ustad Baasyir secara valid dan meyakinkan sebagai bagian dari terorisme. Berkaca pada penangkapan tahun 2002, saat meledak Bom Bali I, Baasyir memang ditangkap polisi dan ditahan namun bukan dengan dakwaan kasus terorisme melainkan karena Baasyir melanggar izin keimigrasian (pemalusan dokumen).
Lantas publik bertanya, benarkah kali ini polisi mempunyai bukti-bukti yang valid untuk menjerat pimpinan Ponpes Al-Mukmin Ngruki ini, atau masih sebatas dugaan semata? Beranikah Polisi menjamin bahwa alibi dibalik penangkapan Baasyir tersebut tidak disusupi agenda asing (AS)? Dan juga, apakah benar penangkapan Baasyir kali ini merupakan bagian dari proyek kontra-terorisme yang sedang diemban kepolisian, jika benar apa sesungguhnya yang menjadi target proyek tersebut?
Tiga kemungkinan
Ustad Baasyir merupakan sosok yang sangat kontroversial terutama bagi kalangan yang tidak sefaham dengan pandangan keagamaannya. Baasyir dianggap tokoh garis keras yang ingin mendirikan negara Islam (Islamic State) dengan menolak Pancasila dan menjadikan Alquran dan sunnah Nabi sebagai dasar hukum negara. Bahkan Baasyir, sebagaimana diungkapkan Mantan Pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) Nasir Abbas, dengan gagasan radikalnya menolak memberikan hormat kepada bendera merah putih dan menganggap bahwa pemerintahan saat ini sebagai thagut (satanic government) yang pantas diperangi.
Dengan mengaitkan pada pandangan-pandangan Baasyir selama ini, ada beberapa asumsi yang menjadi alasan Baasyir terlibat dalam aksi terorisme di Indonesia. Dengan ini pula, Baasyir dianggap terlibat mendanai dan mendukung terorisme di Aceh.
Pertama, Baasyir sama sekali menolak berbagai macam tindakan terorisme, namun demikian beliau tidak menolak untuk menjadi “penasihat ahli” kelompok teroris. Kemungkinan ini bisa saja terjadi mengingat orang-orang sekeliling Baasyir menyebutkan bahwa Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) tersebut selalu berprasangka baik kepada siapapun. Hal tersebut bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok terorisme untuk semakin menanamkan ideologi jihadi yang selama ini masif didengungkan ustad Baasyir. Dalam konteks ini, sangat mungkin intelijen berketetapan menganggap bahwa “soft terrorism” yang dilakukan Baasyir tersebut berkelindan dengan terorisme itu sendiri.
Kedua, Baasyir benar-benar menolak segala bentuk tindakan terorisme dan meninggalkan segala macam keaskarannya. Kondisi demikian tetap tidak menjadikan posisi Baasyir “aman”, karena sangat mungkin metode konspirasi intelijen yang mengakomodasi kepentingan CIA dan kadung menstigmatisasi Baasyir sebagai teroris akan melakukan berbagai upaya untuk menangkap Baasyir.
Ketiga, Baasyir melangkah di dua spektrum, yakni di satu sisi menolak tindakan teorisme tapi di sisi lainnya Baasyir mencoba mengakomodasi pandangan dan gagasan untuk membangun kekuatan “militer” sebagai bentuk persiapan untuk menjangkau kepentingan dan ke-darurhat-an yang bersifat masyru’ (disyariatkan).
Penulis berpandangan, poin manapun akan tepat untuk mendeskripsikan gagasan dan tindakan Baasyir, karena targetnya menangkap Baasyir yang dianggap bagian dari jaringan terorisme internasional yang sengaja “diberdayakan” di Indonesia. Di situlah targetnya, “mengamankan” Baasyir (person) sebagai bentuk penyusupan agenda AS lewat tangan-tangan Densus.
Proyek Kontra-Terorisme AS
Dalam artikelnya di sebuah koran harian Indonesia, Noam Chomsky, pakar linguistik Amerika Serikat, menulis bahwa Amerika Serikat memanfaatkan isu terorisme sebagai instrumen kebijakan standar untuk mengalahkan umat Islam dunia. Bahkan, lebih lanjut Chomsky menyebut bahwa kebijakan AS dan Barat terhadap dunia Islam dengan menggunakan isu terorisme ini sudah terasa begitu kuat sejak medio 1990-an. Pasca-kejatuhan Komunisme Soviet, Islam menjadi target berikutnya untuk dijatuhkan. Maka berbagai upaya dan rekayasa Barat (AS) terus dilancarkan untuk menegasikan dunia Islam supaya terjadi stagnasi dan bahkan kebangkrutan.
Penulis melihat, dalam konteks lokal, Indonesia sudah menjalankan proyek kontra terorisme AS sejak meledaknya Bom Bali I. Hal itu semakin dilegitimasi dengan dibentuknya Satuan Khusus (Satsus) Anti Teror (Densus 88). Kontra terorisme yang di sisi lain mengemban berbagai aspek kepentingan AS terhadap dunia Islam, yakni selanjutnya terfokus pada menegasi berbagai potensi yang bisa meluluhlantakkan sistem yang kini tengah dianut Indonesia: Demokrasi-Sekuler.
Letjen (Purn) ZA Maulani (Mantan Kabakin), dalam bukunya Dasar-dasar Intelijen (2006) menegaskan adanya korelasi yang tegas dan terjadi operasi intelijen asing untuk melakukan stigmatisasi negatif bagi Islam. Dalam catatannya diungkapkan bahwa meningkatnya operasi intelijen asing di Indonesia, terutama intelijen Barat, terlihat dengan munculnya berbagai propaganda hitam seperti terlihat di situs-situs internet. Dalam rangka mengubah Indonesia agar tidak lagi menjadi menjadi negara paling lemah di wilayah Asia Pasifik dalam upaya memerangi jaringan terorisme internasional, situs TIME.com edisi 17 September 2002 menurunkan berita tentang Omar Al-Farouq, sebagai awal dari suatu operasi intelijen yang sistemik.
Lebih lanjut, amunisinya adalah tentang hadirnya gerakan Islam “berbahaya” yang digerakkan oleh suatu organisasi, Jama’ah Islamiyah, yang digerakkan oleh kaum “fundamentalis” muslim warga negara Indonesia dan bertujuan mendirikan “supra-state” Islam di Asia Tenggara. Menurutnya, tujuan akhir dari kampanye intelijen ini adalah untuk menguasai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Maka, berdasar realitas di atas bisa ditarik benang merah bahwa penangkapan Ustad Baasyir-sebagai representasi kaum muslim “fundamentalis”-sangat erat kaitannya dengan soft intelligent yang berusaha ditanamkan negara adi daya AS, yang jangka panjangnya adalah menguasai Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim dunia secara perlahan. Waspadalah! (AK)
* Penulis adalah Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS
Baasyir ditangkap karena dianggap terlibat dalam mendanai pelatihan terorisme di Aceh beberapa waktu silam. Baasyir pun diduga menyetujui, memberikan dukungan, serta menyokong kegiatan terorisme di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, beberapa hari pasca-penangkapannya tersebut Baasyir ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 14 jo. Pasal 7, 9, 11, dan atau Pasal 11 dan atau Pasal 15 jo Pasal 7, 9, 11 dan atau Pasal 13 huruf a, b, c UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Polisi berkeyakinan bahwa Baasyir merupakan aktor intelektual di balik berbagai aktivitas terorisme. Sayangnya, polisi seakan kehabisan akal untuk menjerat Baasyir dengan tuduhan yang disangkakan karena sulit menemukan bukti keterlibatan ustad Baasyir secara valid dan meyakinkan sebagai bagian dari terorisme. Berkaca pada penangkapan tahun 2002, saat meledak Bom Bali I, Baasyir memang ditangkap polisi dan ditahan namun bukan dengan dakwaan kasus terorisme melainkan karena Baasyir melanggar izin keimigrasian (pemalusan dokumen).
Lantas publik bertanya, benarkah kali ini polisi mempunyai bukti-bukti yang valid untuk menjerat pimpinan Ponpes Al-Mukmin Ngruki ini, atau masih sebatas dugaan semata? Beranikah Polisi menjamin bahwa alibi dibalik penangkapan Baasyir tersebut tidak disusupi agenda asing (AS)? Dan juga, apakah benar penangkapan Baasyir kali ini merupakan bagian dari proyek kontra-terorisme yang sedang diemban kepolisian, jika benar apa sesungguhnya yang menjadi target proyek tersebut?
Tiga kemungkinan
Ustad Baasyir merupakan sosok yang sangat kontroversial terutama bagi kalangan yang tidak sefaham dengan pandangan keagamaannya. Baasyir dianggap tokoh garis keras yang ingin mendirikan negara Islam (Islamic State) dengan menolak Pancasila dan menjadikan Alquran dan sunnah Nabi sebagai dasar hukum negara. Bahkan Baasyir, sebagaimana diungkapkan Mantan Pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) Nasir Abbas, dengan gagasan radikalnya menolak memberikan hormat kepada bendera merah putih dan menganggap bahwa pemerintahan saat ini sebagai thagut (satanic government) yang pantas diperangi.
Dengan mengaitkan pada pandangan-pandangan Baasyir selama ini, ada beberapa asumsi yang menjadi alasan Baasyir terlibat dalam aksi terorisme di Indonesia. Dengan ini pula, Baasyir dianggap terlibat mendanai dan mendukung terorisme di Aceh.
Pertama, Baasyir sama sekali menolak berbagai macam tindakan terorisme, namun demikian beliau tidak menolak untuk menjadi “penasihat ahli” kelompok teroris. Kemungkinan ini bisa saja terjadi mengingat orang-orang sekeliling Baasyir menyebutkan bahwa Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) tersebut selalu berprasangka baik kepada siapapun. Hal tersebut bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok terorisme untuk semakin menanamkan ideologi jihadi yang selama ini masif didengungkan ustad Baasyir. Dalam konteks ini, sangat mungkin intelijen berketetapan menganggap bahwa “soft terrorism” yang dilakukan Baasyir tersebut berkelindan dengan terorisme itu sendiri.
Kedua, Baasyir benar-benar menolak segala bentuk tindakan terorisme dan meninggalkan segala macam keaskarannya. Kondisi demikian tetap tidak menjadikan posisi Baasyir “aman”, karena sangat mungkin metode konspirasi intelijen yang mengakomodasi kepentingan CIA dan kadung menstigmatisasi Baasyir sebagai teroris akan melakukan berbagai upaya untuk menangkap Baasyir.
Ketiga, Baasyir melangkah di dua spektrum, yakni di satu sisi menolak tindakan teorisme tapi di sisi lainnya Baasyir mencoba mengakomodasi pandangan dan gagasan untuk membangun kekuatan “militer” sebagai bentuk persiapan untuk menjangkau kepentingan dan ke-darurhat-an yang bersifat masyru’ (disyariatkan).
Penulis berpandangan, poin manapun akan tepat untuk mendeskripsikan gagasan dan tindakan Baasyir, karena targetnya menangkap Baasyir yang dianggap bagian dari jaringan terorisme internasional yang sengaja “diberdayakan” di Indonesia. Di situlah targetnya, “mengamankan” Baasyir (person) sebagai bentuk penyusupan agenda AS lewat tangan-tangan Densus.
Proyek Kontra-Terorisme AS
Dalam artikelnya di sebuah koran harian Indonesia, Noam Chomsky, pakar linguistik Amerika Serikat, menulis bahwa Amerika Serikat memanfaatkan isu terorisme sebagai instrumen kebijakan standar untuk mengalahkan umat Islam dunia. Bahkan, lebih lanjut Chomsky menyebut bahwa kebijakan AS dan Barat terhadap dunia Islam dengan menggunakan isu terorisme ini sudah terasa begitu kuat sejak medio 1990-an. Pasca-kejatuhan Komunisme Soviet, Islam menjadi target berikutnya untuk dijatuhkan. Maka berbagai upaya dan rekayasa Barat (AS) terus dilancarkan untuk menegasikan dunia Islam supaya terjadi stagnasi dan bahkan kebangkrutan.
Penulis melihat, dalam konteks lokal, Indonesia sudah menjalankan proyek kontra terorisme AS sejak meledaknya Bom Bali I. Hal itu semakin dilegitimasi dengan dibentuknya Satuan Khusus (Satsus) Anti Teror (Densus 88). Kontra terorisme yang di sisi lain mengemban berbagai aspek kepentingan AS terhadap dunia Islam, yakni selanjutnya terfokus pada menegasi berbagai potensi yang bisa meluluhlantakkan sistem yang kini tengah dianut Indonesia: Demokrasi-Sekuler.
Letjen (Purn) ZA Maulani (Mantan Kabakin), dalam bukunya Dasar-dasar Intelijen (2006) menegaskan adanya korelasi yang tegas dan terjadi operasi intelijen asing untuk melakukan stigmatisasi negatif bagi Islam. Dalam catatannya diungkapkan bahwa meningkatnya operasi intelijen asing di Indonesia, terutama intelijen Barat, terlihat dengan munculnya berbagai propaganda hitam seperti terlihat di situs-situs internet. Dalam rangka mengubah Indonesia agar tidak lagi menjadi menjadi negara paling lemah di wilayah Asia Pasifik dalam upaya memerangi jaringan terorisme internasional, situs TIME.com edisi 17 September 2002 menurunkan berita tentang Omar Al-Farouq, sebagai awal dari suatu operasi intelijen yang sistemik.
Lebih lanjut, amunisinya adalah tentang hadirnya gerakan Islam “berbahaya” yang digerakkan oleh suatu organisasi, Jama’ah Islamiyah, yang digerakkan oleh kaum “fundamentalis” muslim warga negara Indonesia dan bertujuan mendirikan “supra-state” Islam di Asia Tenggara. Menurutnya, tujuan akhir dari kampanye intelijen ini adalah untuk menguasai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Maka, berdasar realitas di atas bisa ditarik benang merah bahwa penangkapan Ustad Baasyir-sebagai representasi kaum muslim “fundamentalis”-sangat erat kaitannya dengan soft intelligent yang berusaha ditanamkan negara adi daya AS, yang jangka panjangnya adalah menguasai Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim dunia secara perlahan. Waspadalah! (AK)
* Penulis adalah Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS
1 comment:
Kami adalah sebuah organisasi yang ditubuhkan untuk membantu orang yang memerlukan
bantuan, seperti bantuan kewangan. Jadi, jika anda akan melalui kewangan
masalah, jika anda mempunyai keadaan huru-hara kewangan dan anda memerlukan dana untuk
memulakan perniagaan anda sendiri atau anda memerlukan pinjaman untuk membayar hutang atau membayar
bil, memulakan perniagaan yang baik atau anda mendapati sukar
mendapatkan pinjaman modal dari bank-bank tempatan, hubungi kami hari ini melalui e - mail
rebeccawilliamsloanfirm@gmail.com
"Jadi, jangan biarkan peluang ini berlalu begitu sahaja,
Anda dinasihatkan untuk melengkapkan dan mengembalikan butiran di bawah ..
Nama awak: ______________________
Alamat anda: ____________________
Negara awak: ____________________
Tugas anda: __________________
Jumlah pinjaman yang diperlukan: ______________
Tempoh pinjaman: ____________________
Pendapatan bulanan: __________________
Nombor telefon: ________________
Adakah anda memohon pinjaman sebelum: ________________
Jika anda telah memfailkan pinjaman sebelumnya, di mana anda dirawat dengan jujur? ...
Bertindak cepat dan keluar dari tekanan kewangan, keadaan huru-hara, dan cabaran
hubungi REBECCA WILLIAMS LOAN FIRM hari ini melalui e - mail:
rebeccawilliamsloanfirm@gmail.com
Post a Comment