Tuesday, October 05, 2010

Jihad Global & Seruan Mujahidin Al Qeada

Mereka yang mati syahid, rohnya ditempatkan di dalam tembolok burung-burung hijau yang berkicauan di taman syurga. Mungkin itu sebabnya, ketua majahidn Al Qaeda sanggup meninggalkan kemewahan duniawi, dengan bergerak di gunung-gunung dan gua..


Siri 3 (Akhir)

M. FACHR pada Isnin 04 Oktober 2010, menulis dibawah tajuk 'Perampokan Untuk Jihad: Antara Pandangan Al Qaeda dan Aksi Para Pengagumnya Di Indonesia'. Inilah tulisannya, sambungan dari siri 2 bertajuk 'Rampasan Perang (Fa'i) Menurut Al Qeada. Ini tulisannya...

Jihad Global Fardhu'ain, Menelisik Maksud Seruan Qodatul Mujahidin Al Qaeda

Pada pembahasan di atas telah disinggung sedikit latarbelakang paham maraknya amaliyah jihadiyah di Indonesia yaitu seruan jihad global yang fardhu'ain, sampai kemudian sebagian orang memudahkan diri dalam mengambil fa'i (merampok orang atau pihak yang dinilai musuh dan kafir) untuk membiayai jihad yang fardhu'ain ini.

Dalam bagian ini mari kita simak kutipan fatwa Asy Syaikh Abu Abdurrahman Athiyatullah Al Libbiy Hafizhahullah, seorang ulama yang konsern di bidang kajian ilmiyah untuk Tanzhim Qoidatul Jihad (Al Qaeda) mengikuti peran pendahulu beliau Asy Syahid Syaikhul Battar Yusuf bin Sholih Al 'Uyairiy Rahimahullah, seputar makna dari jihad fardhu'ain dalam risalahnya Ajwibah fi Hukmi An Nafir Wa Syartil Mutashoddi Lit Takfir yang dipublikasi oleh Media Nukhbatul I'lam Al Jihad.

Asy Syaikh ditanya...

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Syaikhuna Al Karim (guru kami yang mulia), demi Allah saya mencintai Anda karena Allah. Guru kami yang mulia, saya mempunyai beberapa masalah. Saya pernah berdiskusi dengan salah seorang ikhwah (ia pernah berjihad di Afghanistan setelah peristiwa 11 September) mengenai masalah pergi berjihad dan hukumnya. Saya sebutkan bahwa hukumnya fardhu 'ain. Ia berkata,

"Apakah mujahidin membutukanmu sebagai seorang pribadi? Yang saya tahu mereka lebih membutuhkan dana daripada orang. Bahkan sebaliknya. Sepekan yang lalu saya berkomunikasi dengan salah seorang ikhwah. Ia menyebutkan baru saja selesai tadrib. Di sana sudah enam bulanan tanpa pernah turun ikut pertempuran. Ditawari ikut amaliyah istisyhadiyah tapi tidak berminat. Sampai sekarang belum pernah turun ke medan pertempuran.

"Apakah perkataannya benar?? Apabila demikian halnya, apakah hukum pergi berjihad fardhu 'ain atau fardhu kifayah? Apabila perkataannya tidak benar, apakah hukumnya fardhu 'ain? Dan apakah saya harus minta izin kepada kedua orang tua atau tidak perlu?

Asy Syaikh Abu Abdurrahman menjawab,

Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Wa ahabbakallah alladzi ahbabtani fih (semoga Allah mencintaimu, Dzat yang membuatmu mencintaiku karena-Nya). Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya.

Wa ba'du. Ya, pada fase ini (saya tegaskan "pada fase ini", karena bisa jadi ini berubah pada fase yang lain), mujahidin di Afghanistan dan Pakistan tidak membutuhkan mujahid muqatil dalam jumlah besar. Alhamdulillah, jumlah mujahid muqatil yang ada dari kalangan muhajirin dan anshar (penduduk setempat) banyak sekali.

Tetapi, ini disebabkan kemampuan medan dan sistem jihadnya (jamaah-jamaah jihad yang eksis di sana) yang bisa menyerap orang-orang dari sisi mempersenjatai, memberikan pelatihan, pengajaran, pemahaman agama, dan peningkatan kualitas mereka secara psikologis dan kesadaran, dst. Bahkan daya serap mereka dari sisi: pemberian tempat tinggal, jaminan hidup dalam arti biaya makan, minum, dst.

Mujahidin Imarah Islam Afghanistan (Taliban), Al-Qaida, atau organisasi jihad lainnya tidak memiliki kemampuan menyerap dalam jumlah yang banyak sekali. Oleh karena sebab ini, yaitu tidak adanya kemampuan finansial dan yang serupa, dan sampai masalah kemampuan berkaitan dengan kondisi geografis. Oleh karena itu kami memandang, kita sedang ada di fase seleksi dan pemilihan. Maka kami ajak kader-kader khusus (spesialis) yang pertama kali dibutuhkan jihad. Kemudian, muqatil biasa sesuai kebutuhan berdasarkan keputusan yang diambil para komandan dan pemimpinnya.

Kami menerima personal sedikit demi sedikit dan dengan adanya pemilihan dan rekomendasi. Di tangan Allah lah segala taufik. Ini sehubungan dengan medan kami di sini. Sementara, medan-medan yang lain, masing-masing menyesuaikan situasi dan kondisi. Bisa jadi ada medan yang membutuhkan banyak personal sedangkan di saat yang sama ada medan lain yang tidak memerlukannya. Demikian seterusnya.

Namun, apakah ini menjadikan kita berpendapat bahwa jihad sekarang ini fardhu kifayah? Menurut pendapatku, pendapat ini tidak tepat. Dan saya tidak bisa berpendapat secara mutlak bahwa sekarang jihad fardhu kifayah. Karena kecukupan tidak terwujud dalam kenyataan. Karena, makna kifayah, sebagaimana dijelaskan ulama, terusirnya musuh, atau terpenuhinya jumlah yang dengannya musuh menjadi terusir dan ini sebenarnya juga belum terwujud. Kecukupan kami yang saya bicarakan ini kembali kepada ketidakmampuan kita menyerap personal dalam jumlah besar.

Faktor ini sebab terbesarnya adalah kesalahan orang-orang kaya dalam umat ini dan kesalahan orang-orang yang mempunyai kapasitas ilmu, para pemimpin dan kader-kader pilihan yang telah diberi banyak keahlian. Kalau tidak demikian, silahkan beri saya dana dan kader-kader pilihan, maka akan Anda lihat front-front dan kamp-kamp pelatihan yang akan kami buka untuk mereka dan Anda akan melihat apa yang akan kami perbuat terhadap musuh-musuh Allah, tentunya dengan pertolongan Allah. Wallahul musta'aan wa hasbunallah wa ni'mal wakiil (Allahlah tempat meminta pertolongan dan cukuplah Allah penolong kami dan Dialah sebaik-baik penolong).

Kemudian, karena kecukupan ini bersifat sementara maka aku katakan kepada Anda, sekarang ini kami tidak membutuhkan banyak personal. Namun, suatu hari nanti bisa jadi saya akan menyerukan dan mengatakan, "Marilah ke sini wahai para pemuda Islam, kami membutuhkan muqatil sebanyak-banyaknya. Karena ini adalah perang. Perang akan memakan banyak korban. Dan Allahlah Yang Maha Melindungi.

Demikian juga front-front, ia akan dibuka tergantung kemampuan dan hikmah serta kepentingan (maslahat). Ini harus diperhatikan. Kemudian hal lain yang perlu saya ingatkan, saya membatasi dengan medan kita dan medan-medan yang serupa, namun bagaimana dengan negeri-negeri Islam, bahkan seluruh dunia?

Pertama (negeri Islam), tidak diragukan lagi bahwa banyak negeri kaum muslimin sedang dijajah dan dikuasai oleh orang-orang kafir dan sebagianya sudah berlangsung berabad-abad. Wallahul musta'aan. Dari mulai Andalusia di sebelah barat, pesisir Eropa Selatan, Asia Tengah, Semenanjung Balkan, Kaukasus dan sekitarnya, sampai Turkistan Selatan di Cina, sampai banyak negara Asia Tenggara, Singapura, Philipina, Thailand, dan lain-lain. Bahkan India atau sebagian besarnya dan negara-negara lainnya.

Semua negeri-negeri tersebut dulunya pernah menjadi negri Islam dan negara Islam, namun kemudian dirampas musuh. Maka wajib atas kaum muslimin mengembalikannya dan membebaskannya dari tangan orang-orang kafir murtad yang berasal dari bangsa kita sendiri. Wajib berperang dan berjihad melawan mereka. Setiap orang yang mampu wajib melaksanakannya. Secara syar'i, hukum asalnya, memerangi mereka lebih didahulukan daripada menyerang orang-orang kafir asli di negara-negara mereka.

Adapun ketika sekarang lebih memprioritaskan memerangi orang-orang kafir asli (Amerika dan sekutunya) karena ada faktor yang mengharuskan demikian. Lalu siapa yang berjihad melawan mereka? Dan bagaimana kami katakan jihad hukumnya fardhu kifayah?! Kalau kami demikian, sungguh kami orang-orang yang terlalu berani!

Kedua, yaitu ucapanku, bahkan seluruh dunia. Karena seluruh dunia menunggu-nunggu kita untuk menaklukkannya dengan Islam dengan cara memerangi negara-negara kafir dan menaklukkannya sehingga tidak ada satu pun fitnah dan seluruh dien hanya milik Allah dan sehingga kekafiran tidak memiliki kekuasaan perkasa yang menghalangi manusia dari Islam. Pada asalnya ini hukumnya fardhu kifayah atas umat Islam. Namun bisa Anda lihat, ia disia-siakan dan tidak yang melaksanakannya.

Jadi, semuanya terancam mendapat sanksi kecuali orang yang menyampaikan udzur kepada Allah dengan mengamalkan apa yang mampu dilakukannya. Mungkin bisa kami tambah kewajiban-kewajiban yang lain, seperti membebaskan tawanan. Ini adalah fardhu kifayah atas umat ini dengan segala jalan yang disyariatkan. Dari mulai dengan menebus mereka dengan harta atau membebaskan dengan jalan kekuatan, perang dan senjata, atau dengan spionase dan tipu daya. Wajibnya menegakkan khilafah kaum Muslimin dan Daulah Islam yang sebisa mungkin menyatukan semua elemen umat Islam dan kewajiban-kewajiban lainnya.

Oleh karena itu, kami katakan, penjelasan makna jihad fardhu 'ain atas kita sekarang ini adalah bahwasanya wajib atas setiap muslim melaksanakannya menurut kesanggupannya dan sesuai dengan kondisinya serta menurut apa yang wajib baginya.

Ringkasnya, sebagaimana sering saya katakan, adalah kalimat Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah dalam kitab "Ilhaq bil Kafilah": Barang siapa yang bergabung dengan kafilah jihad dan Mujahidin dengan mengorbankan dirinya dan mempersiapkan diri, lisan perbuatannya mengatakan, sebelum lisannya, inilah saya salah satu panah kaum Muslimin silakan para pemimpin kaum muslimin lemparkan aku semau kalian. Maka dikatakan kepadanya: wahai fulan Anda pergi ke tempat ini, Anda pergilah ke Chechnya, karena mereka membutuhkan orang seperti Anda dan karena pergi ke sana bagi Anda mudah, misalnya.

Anda wahai fulan pergilah ke tempat itu, dan Anda tetaplah tinggal di tempatmu, bekerjalah di bidang ekonomi, finansial, bisnis, tulis-menulis, berceramah, dakwah, dan media atau menuntut ilmu, Anda wahai fulan Anda harus begini. Barang siapa yang memungkinkan berhubungan dengan para komandan jihad sehingga ia bisa menjelaskan kepadanya apa yang sesuai dan wajib baginya dengan tulus, jujur dan ikhlas, ini sudah jelas (tidak perlu dibahas). Dan barang siapa yang tidak mampu, padahal ini kebanyakannya, maka orang semacam ini hendaknya berjalan sesuai dengan strategi umum yang sudah dikenal, mencurahkan kerja kerasnya menurut kesanggupannya, bertakwa kepada Allah, bermusyawarah dengan ulama dan mujahid yang bagus dan amanah dalam dien dan ilmunya.

Semoga Allah memberinya taufik dan petunjuk. Dengan itu, ia telah menunaikan kewajibannya dan terlepas dari kewajiban insya Allah. Allah menerima amalan orang-orang bertakwa. Oleh karena itu, pendapat yang benar, jihad pada hari ini tidak wajib minta izin kepada kedua orang tua. Wallahu A'lam. Wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

(...Kemudian Syaikh mengklarifikasi seputar pertanyaan mengenai kondisi ikhwah yang enam bulan di Afghan dan belum diturunkan ke front...) Selesai jawaban dari Syaikh.

Dari fatwa Syaikh Athiyatullah Hafizhahullah jelaslah bahwa memaknai jihad global fardhu'ain sampai Andalusia kembali ke tangan kaum Muslimin bukan berarti harus langsung melakukan amaliyah jihadiyah seperti melaksanakan sholat yang bisa kapan saja dimana saja ketika masuk waktu langsung dilaksanakan, sholat pun ternyata juga perlu persiapan seperti wudhunya bagaimana, tempat sholatnya layak atau tidak dan seterusnya.

Bila jihad fardhu'ain dipahami pokoknya wajib amaliyah maka akan terjadi konsep "yang penting jihad" tanpa mempertimbangkan perhitungan kemampuan yang cukup, situasi, kondisi waqi', pertimbangan politis dan keberlangsungan jihad itu sendiri. Jika sholat saja yang fardhu'ain perlu pendahuluan yang cukup seperti wudhu dan lain-lain, bagaimana halnya dengan jihad yang terkait dengan penghalalan darah, harta, juga dalam rangka iqomatuddin, maka tentu harus lebih dipersiapkan dan dipertimbangkan lebih matang lagi.

Akhirnya, kita bisa melihat betapa Al Qaeda yang luar biasa dalam aksi jihadnya begitu bijak dalam menyikapi realitas dan sangat berhati-hati dalam beraksi, bagi kita di Indonesia yang jelas belum sebanding dengan mereka maka selayaknya kita mengambil pelajaran yang banyak dari mereka guna mengulang sukses mereka di negri ini. Kita semua yang merindukan tegaknya Islam melalui salah satu jalannya yang bernama jihad harus menyadari bahwa masih banyak hal-hal yang perlu kita persiapkan lebih masak untuk kemudian merealisasikan jihad di Indonesia sebagaimana Tanzhim Qoidatul Jihad (Al Qaeda di Afghanistan, Iraq, Somalia dan front-front lainnya. Wallahu'alam.

Salam hangat bagi para perindu jihad. (AD.P).

Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/9387/perampokan-untuk-jihad-antara-pandangan-al-qaeda-dan-aksi-para-pengagumnya.

Demikian, M. FACHR, selesai sudah tulisannya, Al-hamdulillah. Diangkat dari Ar-rahmah. Com. cuma di sini dipecahkan kepada tiga bahagian, iaitu...
Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat melahirkan tulisan ini, termasuk penulisnya.

Lihat sebelum ini..

2 comments: