Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk Faisal Aly, menegaskan pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh tidak melanggar HAM seperti yang diklaim oleh lembaga HAM Internasional Human Rights Watch (HRW).
"Itu hanya alasan yang dicari-cari untuk menyudutkan pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Kami menentang alasan lembaga HAM internasional itu," kata Faisal Aly, tadi malam.
Hal itu disampaikannya menanggapi pernyataan lembaga HAM internasional yang menyebutkan, penerapan hukum Syariat Islam di Aceh banyak melanggar HAM dan konstitusi Indonesia.
Syariat Islam, kata Faisal Aly, sangat menghargai HAM yang merupakan sebuah aturan hukum syariah dan diterima sebagian besar penduduk Aceh yang mayoritas Muslim.
"Hukum tertinggi dalam Islam adalah hukum Tuhan (Syariat). Selama orang-orang muslim tidak melanggar hukum tersebut maka tidak ada sanksi hukum diberikan kepadanya. Syariat Islam adalah milik kami yang tidak perlu terlalu jauh dicampuri oleh siapapun," katanya.
Syariat Islam juga, kata Faisal Aly, tidak mengikat kepada penduduk non Muslim, karena sangat menjunjung HAM. “Jadi, Pemerintah Aceh dan pusat agar tidak perlu menanggapi pernyataan HRW itu,” himbau Faisal.
Sementara itu, Penjabat Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh, Tgk Bismi Syamaun, mengatakan pelaksanaan Syariat Islam di provinsi berjuluk Serambi Mekkah ini tidak melanggar HAM dan konstitusi Indonesia (UUD 1945).
"Salah satu poin deklarasi umum HAM bahwa setiap manusia dijamin untuk bebas beragama dan melaksanakan keyakinan agamanya. UUD 1945 juga menjamin kebebasan beragama dan melaksanakan keyakinan agamanya. Jadi, pelaksanaan Syariat Islam di Aceh secara legal formal diamanahkan oleh UUD 1945," katanya.
Oleh karena itu, katanya, tidak ada alasan berbagai pihak untuk membekukan atau mencabut pemberlakuan syariat Islam, terutama terhadap qanun (Perda) tentang khalwat (bersunyi-sunyi) dan aturan mengenakan pakaian Islami. (Arrahmah.com)
No comments:
Post a Comment