Wednesday, January 12, 2011

2000 Remaja Terjebak Prostitusi. Tanggungjawab Siapa?


MEDAN 12 Jan 11: Kasus prostitusi masih menjadi persoalan yang belum mampu ditangani secara maksimal. Pasalnya, angka itu setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) sendiri menemukan sedikitnya ada sekitar 2000 anak baru gede (ABG), atau remaja di Kota Medan terjebak dalam praktek prostitusi. "Sekitar 45 persen diantaranya masih berstatus pelajar SLTP dan SLTA," kata Direktur Eksekutif PKPA, Ahmad Sofian, hari ini.

Berbicara pada peluncuran buku "Memperkuat Hukum Penanganan Eksploitasi Seksual Anak" di kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Ahmad Sofian mengatakan, temuan itu didapatkan dari wawancara terhadap sejumlah anak yang diketahui terlibat dalam praktek prostitusi di Kota Medan pada tahun 2008.

Jumlah itu, kata Sofian, diperkirakan lebih besar karena objek yang diwawancarai masih sedikit berdasarkan keterangan anak-anak yang terlibat dalam praktek prostitusi. Meski diyakini jumlah anak yang menjadi objek seks itu cukup besar, tetapi, kata Sofian, prakteknya sulit diketahui karena sengaja ditutupi.

Hal itu disebabkan praktek prostitusi berbeda dengan kejahatan narkoba atau pencurian yang pelakunya dapat terlihat dengan jelas. "Mereka sangat tertutup. Apalagi “konsumennya” juga tidak ingin identitasnya diketahui," kata Sofian.

Umumnya, kata Sofian, anak-anak yang terjebak dalam prostitusi itu "dipelihara" pihak tertentu dengan diberikan fasilitas yang cukup memadai, termasuk untuk tempat tinggal. Biasanya, mereka ditempatkan di sebuah rumah yang terisolir atau di sebuah komplek perumahan yang menganut pola hidup metropolis yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar. "Mau pulang malam hari atau dijemput oleh siapa pun, tidak ada yang peduli," katanya.

Sofian menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan anak-anak di bawah umur itu terjebak dalam praktik prostitusi yang tentu saja sangat mengkhawatirkan dalam perkembangan sosial. Diantaranya, tingginya permintaan untuk melakukan hubungan seks dengan anak di bawah umur sehingga kalangan mucikari selalu berupaya memenuhinya dengan mendekati kalangan pelajar.

Selain itu, cukup banyak masyarakat yang mengalami kelainan seks yang hanya memiliki gairah ketika mendapatkan anak-anak di bawah umur. Ironisnya, cukup banyak anak-anak di bawah umur yang bersedia menjadi objek seks, baik disebabkan memenuhi kebutuhan hidup maupun karena memiliki sifat konsumtif.

Fenomena seperti itu diperkirakan akan terus meningkat sehingga praktik prostitusi dengan cara mengeksplotasi anak sebagai objek seks akan semakin tinggi. Disisi lain, tambah Sofian, pekerja prostitusi yang telah berusia lanjut atau di atas 30 tahun akan semakin sulit mendapatkan konsumen karena tingginya minat terhadap anak-anak di bawah.

"Banyak pihak-pihak yang bersedia membayar lebih untuk dapat berhubungan seks dengan anak-anak di bawah umur," katanya. (Pelbagai Sumber )

Komen weblog Ibnu Hasyim: Peranan orang tua sangat diperlukan untuk mencegah para remaja melakukan hubungan seks pra nikah (di luar nikah), di samping tidak dapat di nafikan peranan pemerintah dan lain-lain. Peran orang tua itu juga penting untuk membina dan mengawasi anak-anak mereka yang masih berusia remaja.

Tidak sampai sebulan sebelum ini, Kepala BKKBN Pusat, Sugiri Syarif saat memberikan kuliah umum bagi mahasiswa di Unimed, mengatakan, sebanyak 52% remaja di Kota Medan mengaku pernah berhubungan seks di luar nikah. Selain itu sebanyak 51% terdapat di Jabotabek, 54% di Surabaya dan juga 47% terdapat di Bandung yang remajanya pernah melakukan hubungan seks pra nikah.

Rata-rata usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah itu antara 13 sampai 18 tahun. Dengan pengawasan orang tua yang ketat terhadap anak-anak mereka itu, diharapkan tidak ada lagi ditemukan remaja yang berhubungan seks di luar nikah. Perbuatan anak-anak remaja seperti ini, harus secepatnya dihentikan dan jangan terus dibiarkan meluas di tengah-tengah masyarakat.

“Tindakan yang salah dan melanggar hukum itu, agar secepatnya dicegah, karena ini jelas menyangkut moral generasi muda harapan bangsa.

Selanjutnya, beliau menjelaskan, bagaimana nantinya masa depan generasi muda calon-calon pemimpin bangsa itu, kalau beginilah yang terus mereka lakukan.

“Ini jelas sangat memalukan dan dianggap tidak bermoral. Perilaku jelek yang tidak mencerminkan budaya ketimuran itu harus dapat dihilangkan jauh-jauh. Selain pengawasan orang tua agar para remaja tidak terjerumus berhubungan seks di luar nikah, menonton filem porno dan kegiatan yang merugikan lainnya.

Bahkan, pendidikan agama dan keimanan yang cukup kuat juga dapat mencegah atau “membentengi” para remaja agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji atau dapat menyesatkan.

“Pengawasan orangtua dan pendidikan keimanan dapat menyelamatkan masa depan generasi muda agar tidak berperilaku amoral. Peranan orang tua sangat diperlukan untuk mencegah para remaja melakukan hubungan seks pra nikah (di luar nikah).

Ditemukan bahwa 52% remaja pernah melakukan hubungan seks pra nikah. Data tersebut berdasarkan hasil penelitian survei DKT Indonesia, PKBI Rakyat Merdeka, Komnas PA dan analisa SKRRI 2002.

Umat Islam perlu berfikiran global dalam menangani maksiat, kerana ia berkait antara satu sama lain dengan tidak mengira batasan negara. Umat bukan Islam pun sepatutnya begitu juga, saling membantu antar agama, sama-sama memerangi maksiat dan keruntuhan moral. Pemerintah yang bertanggung jawab, patut menangani masalah besar ini, walaupun peranan agama-agama masing-masing bukan kecil sumbangannya.

No comments:

Post a Comment