Demikian disampaikan Duta Besar Republik Indonesia Wardana saat menerima rombongan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat di KBRI Singapura, Minggu (23/1/2011).
Rombongan F-PDI Perjuangan yang terdiri dari Wakil Ketua I Tubagus Hasanudin, Anggota Komisi III Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi VIII Adang Ruchiatna, dan Anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka berkunjung ke Singapura dan Malaysia untuk melihat pelayanan penempatan dan perlindungan.
"Kami berbicara dengan agen pekerja asing di sini mudah, yang agak susah justru dengan PJTKI. Kesulitannya adalah pada saat TKI datang karena tak ada kewajiban melaporkan diri ke KBRI saat mereka datang," ujar Wardana.
Kesadaran PPTKIS melaporkan TKI yang mereka tempatkan saat pertama datang ke Singapura masih renda. Menurut Wardana, jumlahnya tidak sampai 30 persen.
Saat ini ada 169.000 warga negara Indonesia di Singapura. Sebanyak 92.000 orang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, 14.000 orang bekerja sebagai pelaut, 16.000 orang pekerja profesional, dan 21.000 tengah belajar.
Wardana menjelaskan, mereka telah menertibkan agen pekerja asing di Singapura yang lima kali mengabaikan kasus TKI. Dari 250 agensi yang diakreditasi, saat ini tinggal 157 agensi yang lolos verifikasi KBRI.
"Ada lima kali TKI bermasalah dan mereka tidak segera menyelesaikan, kita coret. Mereka tidak boleh lagi menempatkan TKI," ujarnya.
Sepanjang tahun 2010, ada 2.500 TKI yang kabur dari majikan dengan sebagian besar tidak cocok dengan majikan. KBRI mengklaim telah mendapatkan hak TKI senilai Rp 7 miliar.
Soal tersebut, Anggota Fraksi PDI Perjuangan setuju. Menurut Hasanudin, persoalan TKI saat ini merupakan puncak gunung es yang berasal dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Dalam pertemuan dengan sedikitnya 1.000 TKI di aula Sekolah Indonesia Singapura, Eva menerima keluhan beberapa TKI yang mendapat perlakuan tidak pantas. Mereka semula dijanjikan bekerja di restoran, namun kenyataannya malah dipekerjakan di tempat pemotongan babi. "Padahal mereka muslim dan berjilbab. Kenapa sampai hal ini terjadi?" tanya Eva.
Halimah (29), TKI PRT asal Desa Sukamaju, Tanjungtiram, Batubara, Sumatera Utara, mengaku resah dengan perlakuan keji majikan terhadap TKI. Meski dia mendapat majikan yang baik, Halimah kerap menyaksikan rekannya yang bekerja di sekitar dia mendapat perlakuan tidak layak.
"Ada TKI di lantai sembilan apartemen yang sama dengan majikan saya, jarang diberi makan oleh majikannya. Kalaupun diberi makan, kadang itu nasi basi. Saya cuma bisa bantu berikan dia makanan lewat jendela saja," ujar Halimah.
Rieke meminta pemerintah meningkatkan perlindungan TKI. "Pemerintah harus mengambil kembali tanggung jawab perlindungan TKI dari PPTKIS. Jangan lagi lepas tangan," pintanya. (Laporan dari Singapura -Kompas/IH)
No comments:
Post a Comment