"Tapi kami tidak boleh tertipu, hampir setiap sistem otoriter akan terpengaruh oleh gelombang protes, termasuk Maroko tidak terkecuali," kata sepupu Raja Muhammad VI, Moulay Hicham dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Isnin kelmarin.
"Masih perlu dilihat adakah pemberontakan hanya bersifat sosial atau juga politik, dan apakah parti politik juga ikut serta memberi pengaruh dalam peristiwa baru-baru ini," kata Pangeran Moulay Hicham kepada harian Sepanyol El Pais.
Moulay Hicham berusia masih 46 tahun, garis ketiga takhta kerajaan, yang dijuluki "Pangeran merah" kerana kritiknya terhadap sistem monarki di Maroko. Ia mengatakan, liberalisasi politik yang diluncurkan pada 1990-an setelah Muhammad berhasil menyingkirkan otoriter ayahnya Hassan II hampir berakhir, dan menghidupkan kembali hal itu yang kini masih menghindari tekanan radikal dengan cabaran akan besar.
Peristiwa-peristiwa di Mesir mendominasi pers Maroko tetapi pemerintah sejauh ini tidak memberi komen. Namun pada Isnin semalam telah memberikan bukti bahawa situasi wilayah itu juga membimbangkan dengan adanya jawaban cepat atas laporan tugas dari tentera. Maroko memanggil duta besar Sepanyol untuk memprotes laporan media Sepanyol bahawa pasukan Maroko telah dibawa dari barat Sahara dalam kes menghadapi tunjuk perasaan.
"Pemerintah Kerajaan Maroko mengeluarkan penolakan kategoris terhadap pernyataan palsu..." kata Menteri Komunikasi dan jurucakap pemerintah Khalid Naciri.
Dia menekankan kemarahan pemerintah beralasan kerana "tuduhan tiada dasar" media Sepanyol yang sebenarnya pertama kali muncul di halaman Facebook wartawan Maroko Ali Lmrabet, bahawa pasukan telah bergerak ke arah Casablanca dan Rabat.
"Peranan pemerintah manapun adalah untuk mengambil tindakan melawan apa pun yang mungkin mendorong ketidakstabilan."
Akhbar pro-pemerintah juga telah beraksi keras terhadap informasi kerusuhan yang mungkin menyebar melintasi perbatasan Maroko, khususnya untuk sebuah wawancara dengan wartawan pembangkang Aboubakr Jamai. Jamai meramalkan, "Jika warga Maroko beraksi, perbedaan dalam kekayaan sehingga pemberontakan akan lebih berdarah daripada di Tunisia."
Sebelum ini diberitakan Raja Saudi juga dalam kebimbangan. Menurut Saudi Press Agency (SPA), Sabtu lalu, Raja Abdullah menelefon Mubarak setelah protes anti-pemerintah besar-besaran di Mesir di mana para penunjuk perasaan menuntut Presiden Mesir untuk turun tahta.
"Tidak ada orang Arab atau Muslim yang boleh toleransi setiap campur tangan dalam keamanan dan stabiliti Arab dan Muslim Mesir atasnama kebebasan berekspresi, memanfaatkan untuk menyuntikkan kebencian yang merosak mereka," kata Raja Abdullah. (IH)
No comments:
Post a Comment