Tuesday, May 03, 2011

Trend Baru Jihad Individu, Dg Bom Syahid

CATATAN PERJALANAN -Medan-Banda Aceh 6

Asep Jaja, disebut-sebut tokoh pengganas Ambon dan Poso.

TERPANGGIL saya untuk menyambung dan menjelkaskan tulisan perjalanan yang lalu, 'Doktrin Baru, Jihad Individu. Perluas Kalimat Pengganas'. Kerana dalam sebulan ini kira-kira, semasa saya berada di bumi Indonesia, kita dikagetkan sejumlah aksi rencana pengeboman. Ada aksi 'bom buku' Mac lalu. Minggu-minggu lalu, ada aksi 'bom syahid' di mesjid Mapolresta Cirebon.

Pada Khamis 21 April 2011 lalu, pihak polis telah membongkar rancangan pengeboman di wilayah Gading Serpong, Tangerang. Tidak dapat dibayangkan jika bom hampir 180 kg yang ditanam dekat gereja dengan saluran paip gas itu meledak. Tentu lebih hebat dari ledakan bom Bali. Kerana korbannya adalah ribuan jemaat yang sedang hadir majlis perayaan Paskah Jumat Agung di gereja Christ Catedral. Al-hamdulillah halitu tidak terjadi. Hingga timbul kes seperti yang saya jelaskan 'Bakar 6 Masjid, Tiada Dalam Berita ..'

Kini aksi tersebut terus meningkat. Sebelumnya, yang dilakukan oleh kelompok Noordin M.Top biasanya setahun sekali, tapi kini dalam sebulan hampir sudah terjadi tiga kali. Kenapa dan siapakah pelakunya?

Mari kita teliti..

Sidney Jones, penasihat senior ICG (International Crisis Group) dalam diskusi di Gedung DPD, pada Rabu 20 April 2011 lalu menyatakan, rangkaian aksi ini dilakukan kelompok jihad 'terpencar dan kecil'. Dan kelompok itu tiada hubungan dengan organisasi besar jihad seperti JI atau Jamaah Islamiyah.

Menurut Sidney, kini kelompok kecil meneliti evolusi dan menjadi trend di kalangan jihadi, walaupun ahlinya sekitar 10 orang. Seperti kelompok Ightiyalat Klaten, sekitar 1o pelajar SMA (sekolah menengah atas). Mereka bom ibu pejabat polis, gereja, dan masjid pada akhir 2010.

Buku yang berisi bom di Utan Kayu (tvone)

Ada kelompok Cibiru di Bandung. Ahlinya hanya 6 orang. Mereka membunuh polis di Purworejo pada April 2010, dan sempat merancang pengeboman di Mako Brimob Kelapa Dua. Begitu juga kelompok 'bom Buku', anggotanya antara 10-20an orang.

Menariknya, antara kelompok-kelompok itu mereka berbeda, dan tidak saling berhubungan. Masing-masing ada agenda perang tersendiri. Kelompok Ightiyalat Klaten contohnya, tiada hubungan dengan kelompok Cibiru. Hasil pemeriksaan polis, hingga kini belum ditemui lagi hubungan kelompok bom buku dengan bom Cirebon.

Jihad Fardiyah

Maraknya aksi 'individual' ini.. Menurut seorang tertuduh dalam kes terorisme di Maluku dihukum penjara seumur hidup kerana menyerang pos Brimob di Loki, Seram, pada 2004 silam.. kini sedang merengkuk di Penjara Porong, Sidoarjo, Jawa Timur... Asep Jaja, katanya, "Ianya adalah fenomena jihad fardiyah atau jihad individu".

Asep adalah tokoh penting dalam Mujahidin KOMPAK. Laskar yang terkenal garang masa konflik Poso dan Ambon pecah. Jaringannya di dunia 'teroris' luas. Lelaki asal Banjar, Jawa Barat, ini pernah berlatih militer i Mindanao, Filipina, pada awal tahun 2000an. Sambungnya lagi mengenai Jihad individu, “Istilahnya baru, tetapi aksinya sudah dipraktikkan cukup lama.”

Beliau mencontohkan aksi Bom Bali 1. Imam Samudera dan kawan-kawan beraksi tanpa izin dari Jamaah Islamiyah. Mereka membentuk kelompok belasan orang kemudian terus beraksi dan bertindak. Menarik juga menilik literatur kelompok itu. Misalnya, buku yang ditulis oleh Jaisy_554, dan hanya dapat diakses melalui internet.

Buku itu berjudul “Jihad Fardiyah, Antara Kewajiban dan Strategi Perang”. Jaisy mungkin nama samaran seorang tokoh jihad fardiyah Indonesia. Menurut Jaisy, ramai yang tidak sedar, bahawa jihad dapat dilakukan oleh segelintir orang, bahkan sendirian.

“Kita seakan-akan lupa bahwasanya amaliyah jihad di fase jihad difa’i (fardhu’ain) itu boleh dan bisa dilakukan seorang diri saja, dan ini sah dilakukan, bisa dalam bentuk personal assasination atau operasi ightiyal terhadap Target Individu Musuh, atau Aksi Istisyhad yang semua persiapannya dilakukan seorang diri,” demikian tulisnya.

Tapi sebetulnya, jihad fardiyah itu digagas oleh Abu Musab Al Suri, tokoh jihad dari Suriah. Beliau mengarang buku setebal 1600an halaman berjudul Da'wah Al Muqawwammah Al Islamiyyah Al Alamiyyah. Di buku itu, beliau mengatakan gerakan jihad berjamah sudah ketinggalan zaman, bahkan katanya “gagal total.”

Kelemahan jihad jamaah, kata Al Suri, jika dipukul musuh boleh merusak organisasi. Misalnya penangkapan aktivis, atau tokoh akan merembet dengan penangkapan tokoh lainnya. Akibatnya, organisasi bisa lumpuh. Itu sebabnya, Abu Musab As Suri menawarkan alternatif jihad fardiyah, yang dianggap lebih “aman”. Bila musuh berhasil memukul sel jihad, maka yang rusak hanya sel itu saja. Anggota sel yang selamat, juga mudah membuat sel jihad baru.

Gagasan jihad fardiyah Abu Musab Al Suri inilah yang menjadi trend baru di kalangan jihadi di Indonesia. Kenapa? Apa yang dianalisis oleh Al Suri itu mirip terjadi di Indonesia. Pasca Bom Bali 2, terjadi penangkapan para tokoh JI, yang mengakibatkan JI lumpuh.

Dikatakan, hal serupa terjadi pada JAT (Jamaah Ansarut Tauhid). Gara-gara JAT terlibat aksi pelatihan militer di Aceh pada 2010, para pentolannya termasuk Abu Bakar Ba'asyir ditangkap. Kesannya, JAT pun menjadi lemah. Hal serupa terjadi pada jamaah Tauhid wal Jihad. Setelah tokohnya Aman Abdurrahman ditangkap bersama sebahagian pengikutnya pada 2010 kerana kes Aceh, kelompok ini juga lumpuh.

Sebaliknya, jika kelompok jihad fardiyah dipukul, mereka tetap dapat recovery dengan cepat. Kelompok Noordin M. Top boleh disebut memakai strategi jihad fardiyah ini. Noordin kerap sukses membuat sel jihad baru, meskipun berkali-kali disikat polis. Kelompok jihad fardiyah juga membangun struktur organisasi yang berbeda dari struktur jamaah jihad. Sebuah jamaah besar jihad, seperti Jamaah Islamiyah, biasanya punya struktur bertingkat, gemuk dan birokratis.

Struktur

Dikatakan juga, kelompok jihad fardiyah biasanya hanya punya struktur sebanding sel jihad, bahkan mungkin lebih kecil lagi. “Mereka biasa menyebut sel jihad ini sebagai thoifah muqotilah (kelompok kecil pembunuh),” ujar sumber yang menolak disebut namanya itu.

Unit kecil itu, kata dia, dipimpin seorang qiyadah (pimpinan) dan wakilnya. Salah satu tugasnya mengatur strategi serangan, dan menentukan target. Qiyadah ini biasanya membawahi tiga sel:

  • sel pengumpul data,
  • sel perlengkapan,
  • dan, sel eksekutor.

Anggota tiap sel berjumlah 2-4 orang. Total anggota thoifah bersama pimpinannya 8-14 orang. Hubungan satu satu sel dengan lainnya dibuat terputus. Dengan struktur seperti ini para penganjur jihad fardiyah percaya keamanan gerakan mereka akan lebih terjaga.

Selain itu, program jihad fardiyah itu juga disokong melalui "open source" jihad. Mereka berbagi pengalaman. Modul pelatihan militer disebarkan melaluiu blog, dan forum jihad di internet. Di dunia maya itu, orang dapat belajar banyak hal, dari weapon training, hingga taktik pengeboman. Tak hanya itu, juga ada resep ramuan bom sederhana. Misalnya tulisan “Make a Bomb in The Kitchen of Your Mom” yang dimuat di majalah milik Al Qaidah yaitu Inspire No 1 diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Artikel itu menawarkan materi pembuatan bom, sederhana tapi mematikan. Seorang pemula dengan mudah merakitnya dalam satu atau dua hari. Bahan peledaknya juga sederhana, mudah didapat tanpa dicurigai. Dalam artikel manual itu, misalnya, bahan peledak hanya menggunakan bubuk atau serbuk korek api dicampur gula. Meskipun begitu, bom ini efektif membunuh hingga belasan orang.

Pembuatan "open source" jihad ini bertujuan, supaya setiap orang yang berniat berjihad dapat mudah belajar. “Tanpa perlu ikut pelatihan militer di Mindanao atau di Afghanistan, mereka bisa belajar bikin bom. Setelah menguasai mereka bisa berjihad sendiri tanpa harus bergabung dengan JI atau JAT,” ujar sumber tersebut.

Itulah yang terjadi dengan kelompok Bom Buku dan Bom Serpong. Pimpinannya bernama Pepi disebut adalah mantan wartawan, dan sutradara filem dokumenter. Dia melatih kemampuan militernya via internet.

“Istilahnya cyber i'dad alias pelatihan militer via internet,” ujar sumber itu menambahkan.

Sila semak kata Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbaai, Jumaat 22 April 2011 lalu. Dia menyebut Pepi tidak pernah belajar ke Mindanao, atau ke Afghanistan. Pepi hanya belajar di internet, lalu mengumpulkan rakannya, dan membuat kelompok jihad fardiyah terdiri dari belasan orang.

Terima kasih kepada penyampai-penyampai maklumat samaada dengan izin atau belum memohon izin.

Sekian. Wallahu 'aklam & wassalam.

Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com

Banda Aceh
3 Mei 11.

Lihat siri catatan perjalanan Medan-Banda Aceh sebelum ini..

No comments:

Post a Comment