Wednesday, August 10, 2011

Islam Masuk Mandailing Mula Dg Dendam Seks

Pulau Samusir, antara tanah Batak yang ku kunjungi, kelihatan dari dalam Danau Toba
Ibnu Hasyim (kanan sekali) bersama anak-anak muda Batak

CATATAN PERJALANAN: Menyusuri 150 Tahun Kristian Masuk Tanah Batak (siri 5)

SEBELUM masuknya agama Islam-Kristian ke Tanah Batak, selain agama asli Batak iaitu Parmalim, seperti di hampir di seluruh Nusantara, agama yang berkembang di Sumatera Utara adalah agama Hindu dan Buddha. Sedangkan di Sumatera Barat pada abad 14 berkembang aliran Tantra Çaivite (Shaivite) Mahayana dari agama Buddha. Dan hingga tahun 1581 Kerajaan Pagarruyung di Minangkabau masih beragama Hindu.

Agama Islam yang masuk ke Mandailing disebut oleh penduduk tempatan sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) kerana mereka datang dari Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang ingkar masuk Islam, menyingkir ke utara atau melarikan diri sampai Malaya. Dikatakan, pembebasan Islam ke Mandailing tersebut berawal dari dendam marga Siregar terhadap dinasti Singamangaraja.

Kisahnya bermula dari seorang anak hasil hubungan seks satu keluarga Singamangaraja X. Diceritakan ketika Marga Siregar bermukim di daerah Muara, di Danau Toba, mereka sering melakukan tindakan yang tidak disenangi oleh marga-marga lain, sehinggaberlaku konflik bersenjata. Menyebabkan, Raja Oloan Sorba Dibanua, kakek moyang dari Dinasti Singamangaraja, memimpin suatu penyerbuan terhadap pemukiman Marga Siregar di Muara.

Setelah melihat kekuatan penyerbu yang jauh lebih besar, peminpin marga Siregar, Raja Porhas Siregar mencabar Raja Oloan Sorba Dibanua melakukan perang tanding -satu lawan satu- sesuai dengan tradisi Batak. Menurut tradisi perang tanding Batak, rakyat yang pemimpinnya mati kalah dalam pertarungan satu lawan satu tersebut, perlu diperlakukan dengan hormat. Yakni tidak dirampas harta bendanya serta dikawal dan diberi peluang lari menuju tempat yang mereka inginkan.

Dalam perang tanding itu, Raja Porhas Siregar telah kalah dan tewas di tangan Raja Oloan Sorba Dibanua. Tetapi anak buah Raja Porhas Siregar ternyata tidak diperlakukan seperti tradisi perang tanding, bahkan mereka diburu oleh lawannya itu hingga lari ke tebing-tebing tinggi di belakang Muara, meningggalkan keluarga dan harta benda. Mereka kemudian bermukim di dataran tinggi Humbang. Pemimpin Marga Siregar baru, Togar Natigor Siregar pun bersumpah dan diikuti oleh seluruh Marga Siregar keturunan mereka, akan kembali ke Muara untuk membunuh Raja Oloan Sorba Dibanua dan seluruh keturunannya.
Ibnu Hasyim bersama seorang kenalan suku Batak marga Marpaung yang membantu penceritaan catatan perjalananku.
Ismail seoang keturunan Batak, sku sentiasa bertukar-tukar fikiran dengannya..
Berpakaian tradisional kaum Batak
Akhirnya, dendam ini baru terbalas setelah 26 generasi. Iaitu, pada tahun 1819, ketika Jatengger Siregar datang bersama pasukan Paderi, di bawah pimpinan Pongkinangolngolan (Tuanku Rao) berjaya memenggal kepala Singamangaraja X, keturunan Raja Oloan Sorba Dibanua, dalam penyerbuan pembebasan ke Bakkara, ibu kota Dinasti Singamangaraja.

Pasukan Paderi waktu itu di bawah pimpinan Pongkinangolngolan atau disebut juga sebagai Tuanku Rao. Siapa sebenarnya Pongkinangolngolan yang mengetuai pasukan Islam membebaskan tanah Batak? Dia sebenarnya adalah anak luar nikah.. Ada misteri di sebalik kisahnya...

Ikuti slanjutnya... Insya Allah, perjalanan ini diteruskan.

Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com

10 Ogos 11
Tomok, Toba.


Lihat sebelum ini...
E-Buku IH-41: Kerukunan Umat Beragama

E-Buku IH-41: Kerukunan Umat Beragama

1 comment: