JAKARTA: MATA gadis cilik itu berkaca-kaca, dengan suara sayu ia
menceritakan apa yang dialaminya Isnin 8 Oktober 2012 lalu. Pagi itu,
ia kembali ke sekolah dengan langkah berat dan kepala yang tertunduk.
Sudah dua minggu ia tak masuk sekolah.
Ani, berumur 14 tahun, itulah contoh namanya. Dia tak mahu pergi sendirian, ia dihantar ibunya, Raudan. “Saya minta Mama
hantar sampai gerbang sekolah saja. Saya sekolah kerana
ingin bertemu teman-teman,” kata Ani.
Seperti biasa, tiap Isnin, upacara naik bendera dilaksanakan di halaman sekolah SMP Budi Utomo.
Ani bergabung dengan teman-temannya yang lain, berdiri di barisan
tengah peserta upacara. Awalnya semua berlangsung seperti biasa. Hingga
giliran Ketua Yayasan Budi Utomo, Renata, yang jadi inspektur upacara
memberikan sambutan.
“Ibu ketua yayasan
bilang, ‘saya tidak mahu ada murid yang telah merosak nama baik sekolah
tetapi tetap bersekolah di sini’,” kata Ani menirukan ucapan Ibu Renata saat
upacara. Sontak. Semua mata melihat ke arahnya. “Teman-teman terus
melihat saya. Saya malu.”
Setelah upacara selesai,
masih menahan malu, Ani masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Baru
saja duduk dan menyiapkan buku, guru Pendidikan Lingkungan Hidup
(PLH), Farid, memintanya kemas perlengkapan sekolah dan keluar dari
kelas.
“Saya kaget diusir dari kelas. Saya tidak percaya dikeluarkan dari sekolah,” kata dia.
“Saya kaget diusir dari kelas. Saya tidak percaya dikeluarkan dari sekolah,” kata dia.
Dengan air mata berlinang, Ani berlari ke arah ibunya, yang masih ada di depan sekolah. Raudan yang terkejut dengan pengakuan puterinya berusaha menemui guru dan ketua yayasan untuk minta penjelasan. Namun tak ada yang menemuinya. Keduanya lantas pulang dengan perasaan terluka.
Insiden pengusiran Ani
menjadi perhatian banyak pihak. Keesokan harinya diumumkan pertemuan
antara anggota DPRD Kota Depok, Dinas Pendidikan Kota Depok, pihak
sekolah, mangsa, dan keluarga mangsa.. Pertemuan dimulai
pukul 09.00 WIB itu secara tertutup. Selesai pertemuan, pihak
sekolah membantah telah mengusir Ani.
“Mungkin Ani dan ibunya salah persepsi. Yang jelas, kami dari pihak sekolah tidak pernah mengeluarkan siswa tanpa surat dan pernyataan resmi,” kata Ketua Yayasan Budi Utomo, yang juga kepala sekolah, Renata, dalam keterangan media bersama pertemuan tiga pihak, di pejabat yayasan sekolah di Depok, Selasa 9 Oktober 2012. Dia balik menuding orangtua Ani tidak kooperatif.
“Mungkin Ani dan ibunya salah persepsi. Yang jelas, kami dari pihak sekolah tidak pernah mengeluarkan siswa tanpa surat dan pernyataan resmi,” kata Ketua Yayasan Budi Utomo, yang juga kepala sekolah, Renata, dalam keterangan media bersama pertemuan tiga pihak, di pejabat yayasan sekolah di Depok, Selasa 9 Oktober 2012. Dia balik menuding orangtua Ani tidak kooperatif.
Mendengar pernyataan itu, Raudan langsung naik pitam dan memotong pernyataan Renata. Ia mengaku menjadi saksi anaknya memang sempat dikeluarkan sekolah. Sementara, Ani tak banyak cakap dan selalu bersembunyi di belakang ibunya, mengaku trauma, meski ia sudah diizinkan kembali ke sekolah.
“Saya mahu sekolah. Tapi kalau kembali ke Budi Utomo belum tahu, saya takut ada tekanan,” kata dia.
Diculik dan diperkosa.
Kisah tragis
diawali dengan perkenalan dengan seorang lelaki, contoh namanya dipanggil Anon. Berkenalan melalui situs jejaring
sosial, Facebook. Satu bulan berhubungan di dunia maya, semakin rapat hingga mengaku sebagai sepasang kekasih. Tidak
lama pula, pasangan itu pun putus dan memutuskan menjadi teman.
Belum lama ini, Ani dan Anom kembali berkomunikasi. Anom adalah pemandu angkutan kota (bas mini kenderaan awan) Depok-Parung itu, mengajak Ani ke Parung, Bogor. Ajakan itu ditolak oleh Ani. Tetapi, setelah dipujuk-pujuk dengan wang Rp300 ribu (kira-kira RM100). “Itu katanya buat jajan-jajan saat jalan nanti." Cerita Ani lagi.
Ani terjebak, pelaku menculik mangsa dan menyekap di empat lokasi berbeda. Sehari ia hanya makan sekali, diperlaku kasar, dan yang lebih parah, dipaksa melayani nafsu jahat Anom dan diperkosa dua teman pelaku. “Dia pukul saya kalau tidak mahu layan. Tak cuma itu Pak, dia paksa saya minum minuman keras. Saya takut… Setiap hari saya dijaga dua sampai tiga lelaki,” kata Ani.
.
Ani nyaris dijual
ke Batam. Hingga akhirnya gadis kecil ini berhasil lepas dari serkapan
pelaku setelah seorang perempuan separo baya melihatnya di kawasan
Terminal Depok. Minggu 30 September 2012 siang. “Ibu itu
panggil-panggil saya. Lalu saya ditarik, katanya saya sedang dicari di akhbar dan TV. Bila saya ditarik, pelakunya langsung hilang naik
angkot (angkutan kota).”
Jerat Facebook
Apa yang terjadi pada
Ani boeh menimpa siapapun. Menutut berita dari Jakarta ini, hingga September 2012, sudah 21 remaja puteri
yang menjadi mangsa eksploitasi oleh orang yang dikenalnya melalui
jejaring sosial seperti Facebook. Satu di antaranya meninggal
dunia.
“Ini sangat
mengkhawatirkan. Ada yang diculik, dirompak, mangsa perdagangan manusia
dan pelecehan seksual. Satu kes ditemukan dalam keadaan tidak
bernyawa lagi,” kata Ketua Komnas Perlidungan Anak (Komnas PA), Arist
Merdeka Sirait.
Kerana itu, pengawasan ibubapa memantau pergaulan anak khususnya melalui media sosial di internet penting dilakukan. “Orangtua perlu lebih intensif memantau pertemanan, terlebih pergaulan di dunia maya yang dilakukan anaknya,” katanya.
Selain itu pengetahuan internet juga mutlak dipelajari orangtua. “Kerana itu, orangtua juga harus peka terhadap teknologi, ya jangan terlalu gagap teknologi. Orangtua harus mengerti dan memahami internet.”
Komen Weblog Ibnu Hasyim: Dan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tapi di seluruh di dunia, termasuk Malaysia. Seperti dimuat Daily Mail 4 Oktober 2012, Polis Amerika Syarikat (AS) mengeluarkan peringatan soal keamanan internet pasca penangkapan seorang lelaki 19 tahun yang didakwa memperkosa seorang gadis berusia 13 tahun yang ditemuinya di Facebook.
Penyelidik di North Carolina, AS menangkap Robert Weaver pada Selasa pagi. Penyelidikan mengungkap, Weaver punya 1,200 teman di Facebook, majoriti remaja puteri. Juga seorang lelaki 35 tahun asal Lexington County, William Spivey dipenjara atas tuduhan meminta seorang gadis 13 tahun untuk melakukan hubungan seksual dengannya. Ia memakai nama palsu semasa melakukan aksinya. Nasib baik pesan jahat itu diketahui ibu mangsa.
“Jutaan pengguna mendaftar ke situs media sosial seperti Facebook setiap hari,” kata Jaksa Agung South Carolina, Alan Wilson.
Dengan wajah yang terpampang di jejaring sosial yang melekat pada setiap nama, itu menjadi syurga bagi predator. “Facebook, ibarat gergaji, dapat menjadi alat berguna di tangan orang yang betul," kata Wilson. “Tapi, di tangan orang tidak memahami kekuatannya, itu menjadi senjata yang membunuh.”
Sementara, seperti dimuat CNN, mulai 1 Ogos 2012, negara bahagian Lousiana, AS mewajibkan, orang yang terbukti melakukan pelanggaran seksual dan predator anak, wajib mencantumkan status kriminalnya di Facebook dan jejaring sosial. Sebuah keputusan yang mendapat sokongan dari pihak Facebook. Situs jejaring sosial seperti Facebook dan MySpace sejak bertahun-tahun lalu telah menghapus para pelanggar seks dari halaman situs mereka.
Namun, sifatnya lebih sebagai "pemadam kebakaran". bukan mencegah!! (IH/Pelbagai sumber)
Lihat sebelum ini..
E-Buku IH-55: Bongkar Penipuan Dalam Internet
No comments:
Post a Comment