Lambang kota Surabaya (ikan sura lawan buaya) yang tertancap di tugu kota itu..
CATATAN PERJALANAN siri 24 TIDAK banyak yang dapat ku bayangkan saat kaki menjejakkan Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, selain sebuah ibu kota provinsi yang padat aktiviti penduduk urban. Tetapi nyatanya bayangan ruwet sibuk Jakarta tidak pernah terbukti, di kota besar seperti Surabaya ini. Walaupun pembangunan di kota itu begitu pesat dan projek konstrak di mana-mana...
Dari airport ku ke kotanya, "Mengapa kota ini diberi nama Surabaya?"
"Oh.." Jawab supir teksi yang membawaku itu. "Nama Surabaya dikaitkan dengan sebuah cerita rakyat di daerah ini.."
Jelasnya lagi, "Pada zaman dahulu sering terjadi perkelahian hebat antara ikan hiu yang bernama sura dengan seekor buaya yang dalam bahasa Jawa disebut 'baya'.
Lambang kota Surabaya pada masa Hindia Belanda (1934)
"Keduanya berebut mangsa. Ketika keduanya merasa bosan berkelahi terus menerus sedang perut masing-masing lapar, terjadilah sepakat bersama. Sura cari makan di air dan baya di darat. Pantai sebagai pembatas. Setelah sepakat dua binatang yang sama-sama buas ganas itu, dapat hidup saling menghormati, hidup damai dan tenteram.
"Masyarakat pada zaman itu sangat terkesan dengan apa yang dilakukan kedua binatang itu sehingga menamai tempat itu, Surabaya. Mereka harap kedamaian dan ketenteraman tempat itu dapat terus terjaga kerana sikap saling menghormati selanjutnya hingga sekarang." Jelas pemandu teksi itu. (Sila rujuk Asal Mula dan Legenda Kota Surabaya)
Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur.
Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan kerana sejarahnya dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan tarikh 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kublai Khan.
Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya). Jadi secara harfiah diertikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya. Hari yang mencabar!
Peta Surabaya dari buku panduan perjalanan dari Inggeris tahun 1897
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota Wali Songo, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530, Surabaya menjadi bahagian dari Kerajaan Demak.
Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram, diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan dan pengepungan aliran sungai Brantas oleh Sultan Agung, akhirnya memaksa Surabaya menyerah.
Suatu tulisan VOC tahun 1620 menggambarkan Surabaya sebagai negara yang kaya dan berkuasa. Panjang lingkarannya sekitar 5 mijlen Belanda (sekitar 37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun tersebut, untuk melawan Mataram, tenteranya sebesar 30 000 prajurit. Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada tahun 1677.
Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC. Antara tokoh-tokoh nasional yang dilahirkan di Surabaya adalah, HOS Tjokroaminoto, tokoh pergerakan nasional dan pemimpin organisasi Sarekat Islam, KH Mas Mansur, mantan pemimpin Muhammadiyah, Roeslan Abdulgani, Bung Tomo, Rudy Hartono, Alan Budikusuma, Cak Kartolo Cs, dan Ir. Soekarno, Presiden Pertama Indonesia.
Masjid di Surabaya pada masa kolonial
"Apa lagi yang sering dilawati jika datang ke Surabaya?" Aku tanya pemandu teksi itu lagi.
"Jambatan Merah." Jawabnya.
Jambatan Merah..
"Jembatan Merah merupakan salah satu monumen sejarah di Surabaya, Jawa Timur yang dibiarkan seperti adanya, sebagai jembatan. Jembatan yang menjadi salah satu judul lagu ciptaan Gesang ini, semasa zaman VOC dahulu dinilai penting kerana menjadi sarana perhubungan paling vital melewati Kalimas menuju Gedung Keresidenan Surabaya, yang sudah tidak berbekas lagi.
(Video 'Bengawan Solo', lagu ciptaan Gesang..
Selamat bernostalgia. by merayukalbu | 8 months ago | 619 views)
"Juga Kawasan Jembatan Merah merupakan daerah perniagaan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743. Dalam perjanjian itu sebahagian daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan penguasaan kepada VOC.
"Sejak saat itulah Surabaya berada sepenuhnya dalam kekuasaan Belanda. Kini, posisinya sebagai pusat perniagaan terus berlangsung. Di sekitar jembatan terdapat indikator-indikator ekonomi, termasuk salah satunya Plaza Jembatan Merah.
"Perubahan fiziknya terjadi sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatasnya dengan sungai diubah dari kayu menjadi besi. Kini kondisi jembatan menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya itu, hampir sama persis dengan jembatan lainnya. Pembedanya hanyalah warna merah. Dari Jembatan Merah inilah meluncurnya ucapan Surabaya sebagai kota pahlawan. " Katanya.
Sambil teksi melintasi Jambatan Merah, jari supir teksi ini menunjuk Jembatan Merah Plaza, katanya, "Tamu dari Malaysia banyak yang suka ke sini untuk belanja di Pusat Grosir Jembatan Merah ini.."
"Oh, aku kurang minat itu.." Kataku.
"Apa, bapak kali pertama ke sini?"
"Sudah banyak kali.. Aku pernah nginap di sebuah hotel milik orang Indonesia keturunan Arab..."
"Oooo, aku tahu. Di situ.. terkenal dengan nama Kampung Arab di Surabaya."
Catatan perjalanan bersambung.. Insya Allah.
Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com
Jan 2012
Bali, Ind.
Lihat sebelum ini..
E-Buku IH-47: Medan-Aceh, S'baya, Bali & T/Leste