KEJUTAN datang dari Mohammed Morsi, yang baru tiga hari terpilih
sebagai presiden Mesir. Ia menyatakan berniat menunjuk seorang
perempuan sebagai salah satu wakil presidennya. Juga, dia akan
mengangkat seorang penganut Kristian Koptik dan wakil dari kelompok
liberal untuk menjadi dua wakil presiden lainnya.
"Untuk kali pertamanya, tak hanya di era modern tapi juga sepanjang sejarah Mesir, perempuan akan menduduki posisi tersebut," kata penasihat politik Morsi, Ahmed al-Deif, kepada CNN, Selasa 27 Jun 2012.
"Dia
bukan sekadar wakil presiden yang merepresentasikan agenda tertentu
atau bersikap sektariat, tapi seorang wakil presiden yang kuat dan
mampu dalam memberi nasehat berkait persoalan-persoalan kritikal di
kabinet," tambah dia.
Siapa wanita itu masih belum diumumkan. Pernyataan itu menjawab kebimbangan terhdap presiden yang diusung Ikhwanul Muslimin, iaitu bagaimana nasib perempuan, kaum minoriti, hukum Islam yang ketat dan kebebasan individu. di bawah pemerintahannya?
Siapa wanita itu masih belum diumumkan. Pernyataan itu menjawab kebimbangan terhdap presiden yang diusung Ikhwanul Muslimin, iaitu bagaimana nasib perempuan, kaum minoriti, hukum Islam yang ketat dan kebebasan individu. di bawah pemerintahannya?
Al-Deif menambahkan keputusan
ini sekaligus menjadi pernyataan terbuka pada dunia bahawa "kami tidak
sedang mendirikan sebuah negara Islam di Mesir".
Sikap Morsi, dia menambahkan, sangat jelas dalam soal ini. "Ia meyakini Mesir patut menjadi negara berperlembagaan awam yang menghormati budaya, prinsip-prinsip yang dianut masyarakat, dan agama," kata al-Deif.
Sebelumnya, dalam pidato pertamanya sebagai
presiden terpilih, Morsi menegaskan ia akan menjadi "presiden bagi
seluruh rakyat Mesir" dan berkomitmen untuk mentaati peraturan
internasional. Pujian lantas ia sampaikan pada militer,
polis, hakim, tidak ketinggalan para korban revolusi. Morsi berjanji
akan memenuhi semua tuntutan dan harapan rakyat. Jika
melanggar janji itu, Morsi menegaskan, rakyat tidak perlu
mematuhinya,
"Rakyat adalah sumber kekuasaan hakiki. Mereka menderita akibat marjinalisasi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Ini saat bagi mereka untuk kembali mendapatkan hak dan kebebasannya, untuk hidup layak dan adil," kata dia.
Tidak mahu sendirian
Strategi Morsi untuk merangkul semua pihak juga mempunyai maksud lain. Jurucakapnya Dina Zakariya, mengatakan itu adalah cara untuk menciptakan kesatuan dalam pemerintah, yang merepresentasikan seluruh kekuatan politik dan elemen masyarakat Mesir.
"Sekian lama
rasuah bebas di negara ini. Tidak ada satu partai pun yang
sanggup mengambil tanggung jawab penuh untuk menyelesaikan masalah
nasional ini," kata dia seperti dimuat situs Telegraph, 27 Jun 2012.
Sebelumnya, pihak lawan memperingatkan, jika Ikhwanul tidak mencipta pemerintahan berdasar luas, ia sendiri akan disalahkan jika gagal memperbaiki perekonomian, kriminal, dan suasana sosial yang memburuk.
Morsi menjanjikan perdana menteri terdiri golongan independen. Nama
mantan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA),
penerima Nobel Perdamaian, sekaligus advokat prodemokrasi, Mohamed El
Baradei, disebut-sebut. Begitu juga, mantan Menteri
Kewangan Hazem Beblawi.
Namun begitu ada juga suara protes, seperti "Kami gembira membuka jalan untuk menyingkirkan fasisme militer, tapi kami juga menolak fasisme agama," kata salah satu aktivis, Ahmed el-Bahar, dalam akun Facebook miliknya.
Namun begitu ada juga suara protes, seperti "Kami gembira membuka jalan untuk menyingkirkan fasisme militer, tapi kami juga menolak fasisme agama," kata salah satu aktivis, Ahmed el-Bahar, dalam akun Facebook miliknya.
Bersaing dengantentera
Di smping sibuk menimbang dan memilih anggota kabinetnya, Morsi juga harus
berhadapan dengan kekuatan besar: militer yang diwakili Dewan
Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF). Badan ini sebelumnya memegang kekuasaan negara setelah pengunduran diri Hosni Mubarak Februari 2011 lalu.
Morsi merupakan presiden
yang sah. Namun, tentera Mesir dikatakan tidak begitu rela
menyerahkan kekuasaannya pada pemerintahan awam, yang presidennya
bukan tentera. Setelah keputusan pengadilan
tertinggi membekukan parlemen, tentera terus ambil alih kekuasaan
legislatif dan dengan demikian menguasai Dewan Keamanan Nasional yang
dipimpin Morsi.
Tentera merasa berhak mengarah Dewan, sebaliknya, Ikhwanul Muslimin berpendapat, yang berhak mengarah anggota Dewan adalah parlimen.