BERITA DARI INDONESIA
Menhan Malaysia Ahmad Zaid Hamidi: "Saya Bom Kampung Tanduo. Di Situ Mati 12 Militan"
"Ada kemungkinan oposisi di Filipina yang membiayai militan."
Senin, 25 Maret 2013, 00:09
Denny Armandhanu, Daru Waskita (Yogyakarta)
JAKARTA: Sudah
lebih dari 60 orang dari pihak Kesultanan Sulu yang tewas di Sabah
dalam gempuran tentara Malaysia. Jumlah militan asal Sulu berkurang
drastis hingga ke angka puluhan, namun pasukan Malaysia tidak akan
berhenti sampai mereka semua musnah.
Kepada VIVAnews Rabu, 20 Maret 2013, Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zaid Hamidi mengatakan bahwa orang-orang Sulu itu tidak layak diusir, melainkan harus ditembak mati. Hamidi lebih memilih menyebut mereka sebagai pengacau ketimbang orang-orang yang menuntut haknya.
Dalam wawancara lainnya dengan VIVAnews, Sabtu 23 Maret 2013, Hamidi mengatakan bahwa mereka telah memberikan waktu hampir tiga minggu untuk para gerombolan pengacau itu hengkang dari Sabah. Namun, tenggat waktu tidak dipenuhi, Malaysia terpaksa bertindak tegas.
"Pertama saya bom Kampung Tanduo. Di situ mati 12 militan dan langsung dikubur," kata Hamidi yang ditemui saat berkunjung ke Yogyakarta.
Menteri Malaysia keturunan Jawa ini juga mencurigai adanya pihak ketiga yang membiayai pengiriman pasukan ke Sabah. Dia mengatakan, pasukan-pasukan Sulu adalah tentara bayaran yang dulunya bekerja untuk MNLF pimpinan Nur Misuari.
Klaim Sulu atas Sabah, kata dia, tidak lebih dari klaim kosong yang didasarkan pada sejarah belaka. Padahal, menurutnya, Sabah telah lama lepas dari tangan Sulu sejak penjajahan Spanyol dan Inggris. Abad modern, Sabah dimiliki oleh Malaysia berdasarkan pengakuan PBB dan masyarakat internasional.
Berikut kutipan lengkap wawancara VIVAnews dengan Ahmad Zaid Hamid yang fasih berbahasa Jawa karena kakeknya asli dari Serang, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo:
Kepada VIVAnews Rabu, 20 Maret 2013, Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zaid Hamidi mengatakan bahwa orang-orang Sulu itu tidak layak diusir, melainkan harus ditembak mati. Hamidi lebih memilih menyebut mereka sebagai pengacau ketimbang orang-orang yang menuntut haknya.
Dalam wawancara lainnya dengan VIVAnews, Sabtu 23 Maret 2013, Hamidi mengatakan bahwa mereka telah memberikan waktu hampir tiga minggu untuk para gerombolan pengacau itu hengkang dari Sabah. Namun, tenggat waktu tidak dipenuhi, Malaysia terpaksa bertindak tegas.
"Pertama saya bom Kampung Tanduo. Di situ mati 12 militan dan langsung dikubur," kata Hamidi yang ditemui saat berkunjung ke Yogyakarta.
Menteri Malaysia keturunan Jawa ini juga mencurigai adanya pihak ketiga yang membiayai pengiriman pasukan ke Sabah. Dia mengatakan, pasukan-pasukan Sulu adalah tentara bayaran yang dulunya bekerja untuk MNLF pimpinan Nur Misuari.
Klaim Sulu atas Sabah, kata dia, tidak lebih dari klaim kosong yang didasarkan pada sejarah belaka. Padahal, menurutnya, Sabah telah lama lepas dari tangan Sulu sejak penjajahan Spanyol dan Inggris. Abad modern, Sabah dimiliki oleh Malaysia berdasarkan pengakuan PBB dan masyarakat internasional.
Berikut kutipan lengkap wawancara VIVAnews dengan Ahmad Zaid Hamid yang fasih berbahasa Jawa karena kakeknya asli dari Serang, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo:
Bisa diceritakan awal mula klaim Sulu?Kesultanan Sulu bermula pada tahun 1521. Saat itu ada dua kesultanan yang besar, yaitu Kesultanan Sulu dan Kesultanan Brunei. Kesultanan Sulu dianggap sebagai pahlawan karena ikut mempertahankan Kesultanan Brunei dari pengacau. Hadiahnya adalah wilayah Borneo Utara yang saat ini dikenal sebagai Sabah.
Spanyol kemudian menaklukkan Filipina, termasuk Kesultanan Sulu. Sejak saat itu, Sulu di bawah pemerintahan Spanyol. Pada tahun 1878 ada perjanjian antara Spanyol dan Inggris, saat itu pihak Spanyol menyerahkan Borneo Utara pada Serikat India-Inggris dengan bayaran 5.300 emas.
Hingga tahun 1963, ada rencana untuk mewujudkan sebuah negara Malaysia maka diadakan referendum pada rakyat Borneo yang ingin merdeka dari Inggris. Referendum juga digelar di Serawak. Maka dari itu, gugurlah tuntutan dari Kesultanan Sulu secara legal pada tahun 1963, walaupun sebelumnya memang telah gugur setelah dijajah Spanyol dan diserahkan pada Inggris.
Referendum itu diajukan dan diterima oleh Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). Dari situ jelas bahwa rakyat Borneo Utara atau Sabah dan Serawak ingin berdiri bersama Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia. Artinya, tidak ada hubungan langsung antara Kesultanan Sulu dengan Borneo Utara.
Sultan Kiram ke-II itu menikah 100 kali dan tidak punya putra. Sultan Jamalul Kiram sekarang ini bukan putra dari Sultan Kiram II, mungkin ipar-iparnya. Dia ini yang menuntut Sabah.
Sebenarnya sudah tidak ada lagi kepemilikan Sulu atas Sabah, tinggal sejarah. Kalau berdasarkan sejarah, semua negara di Nusantara ini di bawah Mataram, Majapahit, termasuk sampai ke Kamboja.
Apakah Kerajaan Yogya mau menuntut hanya berdasarkan sejarah sampai Kamboja atau Filipina?
Malaysia menuduh ada pihak ketiga, maksudnya bagaimana?Di Malaysia akan diselenggarakan pemilu pemilihan presiden, dan Filipina juga pada bulan Mei ini akan diadakan pemilu. Dikhawatirkan ada pihak ketiga yang membiayai gangguan militer dari Sulu.
Jamalul Kiram yang mengangkat dirinya sebagai Sultan Sulu itu tinggal di kawasan kumuh Manila, dia sedang sakit hemodialisis. Dia tidak punya uang dan dananya berobat dari pemerintah Filipina.
Ada juga saudara-saudaranya yang sebanyak sembilan orang menuntut kepemimpin Kesultanan Sulu. Artinya ini hanyalah kesultanan bayangan saja. Ini berbeda dengan Sultan Hamengkubuwono X di Yogyakarta, karena jelas punya wilayah, yaitu Daerah Istimera Yogyakarta yang juga diakui dalam Undang-undang Dasar 1945.
Di sini tidak. Kepulauan Sulu adalah kepulauan yang sangat miskin. Pengacau atau militan yang datang adalah tentara bayaran yang pernah bergabung dengan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pimpinan Nur Misuari. Nur Misuari sudah tidak punya kuasa lagi dan kawasan Mindanao tetap bergolak.
Pemberontak yang paling kuat adalah Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang diketuai oleh Murad Ibrahim. Dalam perjanjian damai antara Filipina dan MILF, Nur Misuari tidak ikut. Jadi ada kemungkinan oposisi di Filipina ini yang menjadi pihak ketiga membiayai para militan.
Dari mana mereka mendapatkan senjata?Orang Sulu yang dikenal sebagai orang Tausug ini keluar masuk Malaysia dengan bebas. Sebanyak 800 ribu dari mereka adalah penduduk Malaysia dan sisanya adalah warga tidak tetap, sebagian jadi pedagang.
Mereka keluar masuk dengan senjata dan tidak tertangkap. Mereka membawa senjata seperti kita membawa handphone. Itu bagian dari hidup mereka. Selama tiga minggu dilakukan negosiasi, mereka tidak mau keluar juga. Mungkin mereka diperintahkan bosnya untuk tidak keluar demi upah.
Secara kebetulan, mereka juga mengklaim diri mereka sebagai tentara jihad. Pada moncong senjata mereka diikat secarik kain putih. Polisi melihat kain itu seolah mereka menyerahkan diri, namun ketika mendekat justru ditembaki dan dua polisi mati. Di Kampung Semporna, berlaku hal yang sama.
Polisi dikepung di dalam rumah dan dijadikan sandera. Salah seorang diikat dan jarinya dipotong. Mereka disembelih hidup-hidup dan dibelah badannya menjadi dua. Ada bagian tubuh yang dibuang ke laut. Jadi ada delapan polisi yang dibunuh.
Bagaimana sikap tentara Indonesia jika melihat rekan-rekannya dibunuh dengan sadis? Apa berunding? Apa diam? Tentu tidak. Negara kita diserobot, maka penanganannya kita balas.
Bagaimana Malaysia membalasnya?Pertama saya bom Kampung Tanduo. Di situ mati 12 militan dan langsung dikubur. Militan yang lari dari kampung itu adalah adik Sultan Sulu bernama Agbimuddin. Mereka masih dikejar, namun masih melakukan penembakan. Kami balas dengan tembakan. Negara manapun akan melakukan hal yang sama, jika ada musuh masuk, maka akan ada perlawanan.
Mereka ini adalah bagian dari militan pemberontak di Filipina selama 40 tahun dan telah menewaskan 400 ribu jiwa. Mereka juga punya budaya balas dendam. Jika ada masalah pada kakeknya, maka cucunya yang akan membalasnya.
Berapa jumlah pasukan yang Anda turunkan?Sebanyak lima batalion kami kerahkan untuk mengawasi kawasan pantai sepanjang 1.400 meter. Dulu (pengacau) bisa keluar masuk dengan bebas. Saya katakan 'silakan' tapi jangan bikin kacau.
Ada juga saudara-saudaranya yang sebanyak sembilan orang menuntut kepemimpin Kesultanan Sulu. Artinya ini hanyalah kesultanan bayangan saja. Ini berbeda dengan Sultan Hamengkubuwono X di Yogyakarta, karena jelas punya wilayah, yaitu Daerah Istimera Yogyakarta yang juga diakui dalam Undang-undang Dasar 1945.
Di sini tidak. Kepulauan Sulu adalah kepulauan yang sangat miskin. Pengacau atau militan yang datang adalah tentara bayaran yang pernah bergabung dengan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pimpinan Nur Misuari. Nur Misuari sudah tidak punya kuasa lagi dan kawasan Mindanao tetap bergolak.
Pemberontak yang paling kuat adalah Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang diketuai oleh Murad Ibrahim. Dalam perjanjian damai antara Filipina dan MILF, Nur Misuari tidak ikut. Jadi ada kemungkinan oposisi di Filipina ini yang menjadi pihak ketiga membiayai para militan.
Dari mana mereka mendapatkan senjata?Orang Sulu yang dikenal sebagai orang Tausug ini keluar masuk Malaysia dengan bebas. Sebanyak 800 ribu dari mereka adalah penduduk Malaysia dan sisanya adalah warga tidak tetap, sebagian jadi pedagang.
Mereka keluar masuk dengan senjata dan tidak tertangkap. Mereka membawa senjata seperti kita membawa handphone. Itu bagian dari hidup mereka. Selama tiga minggu dilakukan negosiasi, mereka tidak mau keluar juga. Mungkin mereka diperintahkan bosnya untuk tidak keluar demi upah.
Secara kebetulan, mereka juga mengklaim diri mereka sebagai tentara jihad. Pada moncong senjata mereka diikat secarik kain putih. Polisi melihat kain itu seolah mereka menyerahkan diri, namun ketika mendekat justru ditembaki dan dua polisi mati. Di Kampung Semporna, berlaku hal yang sama.
Polisi dikepung di dalam rumah dan dijadikan sandera. Salah seorang diikat dan jarinya dipotong. Mereka disembelih hidup-hidup dan dibelah badannya menjadi dua. Ada bagian tubuh yang dibuang ke laut. Jadi ada delapan polisi yang dibunuh.
Bagaimana sikap tentara Indonesia jika melihat rekan-rekannya dibunuh dengan sadis? Apa berunding? Apa diam? Tentu tidak. Negara kita diserobot, maka penanganannya kita balas.
Bagaimana Malaysia membalasnya?Pertama saya bom Kampung Tanduo. Di situ mati 12 militan dan langsung dikubur. Militan yang lari dari kampung itu adalah adik Sultan Sulu bernama Agbimuddin. Mereka masih dikejar, namun masih melakukan penembakan. Kami balas dengan tembakan. Negara manapun akan melakukan hal yang sama, jika ada musuh masuk, maka akan ada perlawanan.
Mereka ini adalah bagian dari militan pemberontak di Filipina selama 40 tahun dan telah menewaskan 400 ribu jiwa. Mereka juga punya budaya balas dendam. Jika ada masalah pada kakeknya, maka cucunya yang akan membalasnya.
Berapa jumlah pasukan yang Anda turunkan?Sebanyak lima batalion kami kerahkan untuk mengawasi kawasan pantai sepanjang 1.400 meter. Dulu (pengacau) bisa keluar masuk dengan bebas. Saya katakan 'silakan' tapi jangan bikin kacau.
Berapa orang militan Kesultanan Sulu yang masih hidup?Mungkin masih sekitar 50 orang. Hari ini (Sabtu, 23 Maret 2013) satu orang mati, satu ditangkap. Sejauh ini, yang ditangkap sebanyak 108 orang. Menurut laporan intelijen Malaysia, tentara bayaran dari Sulu berjumlah 234 orang. Militan yang tertangkap di Malaysia akan diproses dengan hukum Malaysia, sementara yang tertangkap di Filipina akan diadili di sana.
Solusi apa yang paling tepat menyelesaikan konflik di Sabah?Ya kita tangkap mereka semua. Tapi jumlahnya juga semakin banyak, tidak hanya 234 orang. Karena mereka sudah menyatu dengan warga.
Target Anda, kapan konflik ini akan usai?Maunya kemarin. Tapi ya mau bagaimana. Maune Wingi [Maunya kemarin]
Anda fasih berbahasa Jawa, leluhur Anda dari Jawa?
Di Malaysia saya menetap
di Bagan Datu, Negara Perak. Di daerah itu, 90 persen warganya
keturunan Jawa seperti dari Wates, Ponorogo, dan Tegal. Maka saya juga
pandai bahasa Jawa.
Kakek saya merantau dari Wates ke Malaysia pada tahun 1932. Tujuannya untuk kehidupan yang lebih baik.
Di Malaysia, kakek membuka perkebunan dan berhasil sehingga menjadi orang yang kaya. Kekayaan yang dimiliki sebagian untuk membangun masjid, sarana pendidikan atau pesantren. Jadi saya yang sekarang meneruskan.
Kakek saya satu bapak dengan kakek Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. Yo podo Mbah Buyut. (VIVAnews)
Kakek saya merantau dari Wates ke Malaysia pada tahun 1932. Tujuannya untuk kehidupan yang lebih baik.
Di Malaysia, kakek membuka perkebunan dan berhasil sehingga menjadi orang yang kaya. Kekayaan yang dimiliki sebagian untuk membangun masjid, sarana pendidikan atau pesantren. Jadi saya yang sekarang meneruskan.
Kakek saya satu bapak dengan kakek Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. Yo podo Mbah Buyut. (VIVAnews)
2 comments:
jowooo kok. mangan kaceng kok. kok wess ngaceng peh!
betul ke apa aku cakap nih?
jowooo kok. mangan kaceng kok. kok wess ngaceng peh!
betul ke apa aku cakap nih?
Post a Comment