Sunday, March 30, 2014

Kes Satinah: Akan Dipancung April Ini.

Foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari 2014 di penjara kota Buraydah, Arab Saudi. 
Foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari 2014 di penjara kota Buraydah, Arab Saudi. (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Jakarta: Satinah akan dipancung awal April tahun ini . Tenaga kerja asal Indonesia itu dinyatakan bersalah telah membunuh dan merompak majikannya di Arab Saudi .

Nyawa Satinah boleh diselamatkan asalkan mampu membayar diyat yang diminta pihak keluarga korban sebesar Rp21 bilion (
Rp1,000,000,000 bersamaan 290,196.40 hari ini) . Angka yang hebat . Permintaan diyat yang sangat besar ini kemudian menuai pro kontra di tanah air .

Satu sisi , undang-undang yang berlaku di Arab Saudi , seseorang yang terbukti membunuh maka ganjarannya adalah hukuman mati , dan boleh bebas jika dimaafkan oleh keluarga asal membayar diyat . Di sisi lain , banyak pihak mahukan Satinah dibebaskan dari hukuman mati kerana hak asasi manusia .


Sebelum memimpin rapat terhad soal pembebasan Satinah , Rabu 26 Mac 2014 , Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan yang menjadi sukar adalah masyarakat tidak boleh membezakan TKI yang mengalami masalah di luar negeri kerana kejahatannya , dengan yang tidak mendapat hak - haknya .


" Saya mengerti jika masyarakat marah , tapi kadang-kadang mereka tidak mengerti . Jika dijatuhkan hukuman , seolah - olah mereka tidak bersalah , " kata SBY .


Kata SBY , undang-undang yang berlaku di Arab Saudi memang seperti itu . Vonis mati berlaku bagi terpidana yang terbukti yang melakukan pembunuhan . Apakah itu TKI , ataupun warga Arab Saudi sendiri .


SBY mengatakan , Indonesia juga akan melakukan perkara yang sama apabila ada warga negara lain yang melakukan kejahatan di Indonesia .


" Itulah yang perlu dijelaskan kepada masyarakat kita , duduk permasalahannya , " ujar dia .

" Diperas " lewat diyat.

Jika diertikan secara terminologi , diyat bermakna wang tebusan yang perlu dibayar pelaku pembunuhan kerana adanya maaf dari keluarga mangsa , guna membebaskan terpidana dari hukuman mati . Satinah boleh bebas jika mampu membayar diyat . Jika tidak tidak boleh membayar wang diyat yang diminta keluarga mangsa , Satinah sudah pasti dipancung .


Angka Rp21 bilion diminta yang keluarga mangsa sebenarnya telah mengalami tiga kali penurunan . Awalnya keluarga mangsa meminta 15 juta Riyal atau Rp45 bilion , kemudian turun menjadi 10 juta Riyal atau Rp30 bilion . Mengapa wang diyat yang diminta begitu besar ?


Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi , Muhaimin Iskandar , menilai tindakan mengumpul dana dari masyarakat yang prihatin dengan nasib Satinah justru memunculkan persepsi bahawa negara Indonesia mempunyai wang banyak dan bersedia untuk menebus Satinah dengan diyat berapa .


" Kami sangat menghargai respon awam dan perpaduan soal dana bagi Satinah . Tetapi dengan aksi penggalangan ini , kami khawatirkan angka diyatnya justru makin naik , " ujar Muhaimin Selasa 25 Mac 2014 .


TKI Satinah
: Aksi perpaduan untuk Satinah 

Menurut Muhaimin , berdasarkan pengalaman sebelum ini , respon awam soal perpaduan melalui dana memang mencetuskan kenaikan diyat . Dari awalnya hanya berkisar sebesar Rp1 bilion , kemudian membengkak menjadi puluhan bilion .

Oleh kerana itu , Muhaimin berharap , aksi perpaduan tersebut tidak perlu dibesar - besarkan , agar tidak menimbulkan persepsi lain dari ahli waris . [ Baca lebih lanjut " Penggalangan Dana untuk TKI Satinah Justru Picu Kenaikan Wang Diyat " ] 

Menteri Koordinator Undang-undang , Politik , dan Keselamatan , Djoko Suyanto , melihat diyat saat ini sudah menjadi komoditi .

" Angkanya tidak masuk awal . Peraturan konvensional 100 ekor unta . Tetapi dari tahun ke tahun sudah menjadi komoditi yang tidak sehat . Ada rasa ketidakadilan , " kata Djoko di pejabatnya , Jakarta , Selasa 25 Mac 2014 .


Djoko mengatakan , Raja Arab Saudi pun sebenarnya sudah memberikan maaf kepada Satinah . Tetapi memang , dalam undang-undang negara itu , hukuman mati boleh dicabut jika terpidana mendapat maaf dari keluarga mangsa dan membayar diyat . Sementara , keluarga majikan mengajukan diyat yang sangat besar .


" Kalau mengeluarkan wang sebegitu bagaimana dengan pelaku kejahatan di dalam negeri , " kata Djoko .Meski demikian , Kerajaan , kata Djoko , tetap berupaya tertinggi dalam beberapa hari ke depan untuk membebaskan Satinah . Misalnya , dengan kembali melobi keluarga mangsa ." Dalam peraturan , tidak ada kewajiban pemerintah mengeluarkan wang . Tapi kan tidak mungkin keluarga mengeluarkan wang sebanyak itu , " kata dia .



Hal senada dikatakan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat , Agung Laksono . Agung mengatakan adanya wang diyat sebagai pengganti hukuman mati telah berubah menjadi komoditi bagi masyarakat di Arab Saudi .


" Ini kerana di cover oleh kerajaan dengan pelbagai cara , saya kira ( wang diyat yang diminta ) ini di luar kewajaran , " ujar dia .

" Kita tidak mempersoalkan apakah Satinah itu kerana hukumnya benar atau tidak , tetapi fakta hukumnya dia bersalah . Kita sudah melakukan seintens mungkin . Bagaimana jangan sampai WNI kita dihukum mati di negeri orang , " tuturnya .

Tetapi , kata Agung jangan sampai kerajaan Indonesia menjadi objek permainan orang - orang Arab Saudi yang meminta diyat .


" Kami juga tidak sudi jadi komoditi , apalagi dari pelbagai pihak yang mendorong - dorong keluarga ( korban ) , boleh saja itu berlaku . Kita tidak pernah tahu , " kata dia .


Sejauh ini , kerajaan sudah menawarkan diyat sebesar Rp12.1 bilion kepada keluarga majikan Satinah. Namun , keluarga belum menjawab tawaran itu . Lembaga pemerhati Tenaga Kerja Indonesia ( TKI ) di luar negeri , Migrant Care , bahkan menduga ada mafia diyat di Arab Saudi . Mereka mencatat , ada sejumlah TKI tersandung kes pembunuhan di sana bertanggungjawab wang diyat yang sangat besar .


" Katakan Siti Zaenab yang terancam hukuman mati sejak 1999 itu juga diminta Rp90 bilion , " kata Pengarah Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di , Jakarta , Jumat 28 Mac 2014 .


Sebelumnya juga ada TKI bernama Darsem , yang dihukum mati kerana membunuh ahli keluarga majikannya . Namun , selepas kerajaan membayar diyat sebesar Rp4.7 miliar , Darsem bebas dari hukum pancung dan boleh kembali ke tanah air .


Anis menegaskan , ada mafia diyat yang selama ini memang bekerja untuk kes - kes TKI atau majikan yang terbunuh . Pada umumnya , kes mereka tidak diselesaikan melalui jalur hukum yang adil , tapi melalui mekanisme diyat .


" Sehingga ini menjadi perniagaan para calo yang selama ini sudah berlangsung lama dan dibiarkan oleh kerajaan . Harusnya ini dibanteras , " ujarnya .

 " Artinya ada mafia yang selama ini terancang di antara dua negara di Arab Saudi dan Indonesia . Bisa jadi itu melibatkan dua negara dan mungkin itu juga berkaitan dengan mafia perdagangan orang juga , " kata Anis .

Kembali lobi keluargaKepala BNP2TKI Gatot Abdullah Mansyur optimistik Satinah bebas dari hukuman mati . Kata Gatot , dari hasil rundingan antara kerajaan dengan pihak keluarga mangsa bersetuju bahawa bila mampu menyediakan wang 1 juta real , maka hukuman mati tersebut boleh ditunda hingga dua tahun lagi .


Menurut Ismail , hingga saat ini wang pengganti atau diyat yang dituntut pihak keluarga sebanyak 7.5 juta real atau sekitar Rp21 bilion sudah terkumpul juta 4 real . Sebanyak 3 juta real berasal dari Kementerian Luar Negeri dan 1 juta real dari para donatur .


" Hingga hari ini sudah terkumpul wang diyat sebanyak 4 juta real dan ada tempat 1 juta real lagi dari para donatur lain , " tuturnya .


Wang diyat itu , kata Ismail , dibawa oleh bekas Menteri Agama Maftuh Basyuni yang mewakili Presiden SBY ke Arab Saudi . Maftuh berangkat pada Jumaat 28 Mac 2014 untuk menyerahkan wang tersebut kepada pihak keluarga .


" Semoga pihak keluarga mangsa tidak berubah lagi sehingga nyawa Satinah dapat diselamatkan , " ujar dia .


Gatot berharap dalam rundingan yang kembali digelar itu , kerajaan cukup membayar 5 juta real dari tuntutan keluarga korban 7.5 juta real .


" Semoga yang 2.5 juta real tidak lagi dituntut oleh pihak keluarga mangsa . Kami akan berusaha agar itu tidak berlaku , " tuturnya .

 " Saya optimis sekali , Insya Allah Satinah kali ini akan selamat . Raja dan gabenor yang ada di sana akan turut membantu , " katanya .

Kronologi kes Satinah 


Satinah bekerja di Arab Saudi tahun 2006 . Mengadu ke tanah Arab melalui penyalur TKI , PT Djasmin Harapan Abadi . Di Arab , Satinah bekerja pada keluarga Nra Al Garib . Kes Satinah terjadi pada 16 Jun 2007 . 

Saat itu , perempuan asal Dusun Mruten , Semarang , Jawa Tengah , tersebut bertengkar dengan majikannya , Nura Al Garib . Nura terhantuk kepala Satinah ke tembok kerana telah bercakap dengan anak lelakinya . Peristiwa itu berlaku di dapur .

Perlakuan seperti itu bukan kali pertama dialami Satinah . Sudah berulang . Satinah kerap mendapat perlakuan kasar dari sang majikan . Tapi untuk kali itu , Satinah melawan . Satinah membalas dengan memukulkan kayu penggilingan roti ke bahagian tengkuk sang majikan yang sudah berusia lanjut . Sang majikan langsung pengsan . Setelah dirawat di rumah sakit setelah mengalami koma, majikannya akhirnya meninggal .


Satinah lantas kabur membawa beg majikannya yang mengandungi wang bernilai 37,970 Riyal atau Rp122 juta . Satinah kemudian menyerahkan diri ke pejabat polis tempatan dan mengakui perbuatannya . Sejak saat itu Satinah berada di Penjara Gassem . Kemudian , dalam persidangan syariah tingkat pertama pada 2009 sampai kasasi 2010 , Satinah dijatuhi hukuman mati atas tuduhan melakukan pembunuhan berencana pada majikan perempuannya .


Awalnya Satinah dirancang dihukum mati Ogos 2011 , kemudian diundur Disember 2011 , Disember 2012 , dan Jun 2013 . Akhirnya , keluarga mangsa bersetuju dengan pembayaran diyat selepas kerajaan Indonesia melakukan pendekatan . ( IH/
VIVA.co.id )

No comments:

Post a Comment