Sambungn Rompakan Kedai Emas..
Hukum Mencuri Dalam Islam Dan Dalilnya.
Mencuri berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan pemiliknya. Secara hukum, mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh negara. Begitupun dalam pandangan islam. Mencuri merupakan dosa dan tidak sesuai rukun iman, rukun Islam dan fungsi agama.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran yang ertinya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS.al-Baqarah: 188).
Dari Amr bin Al Ash bahwasahnya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda:
“Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.” (HR. Abu Daud).
Dari hadist diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahawa terdapat 3 hukuman yang boleh diperlakukan bagi pencuri. Diantaranya:
1. Dimaafkan
Ini berlaku apabila pencuri berada dalam kondisi terpaksa (misal kelaparan) dan tidak dilakukan secara terus-menerus. Dalam hadist dijelaskan: “Tangguhkan hudud (hukuman) terhadap orang-orang islam sesuai dengan kemampuanmu. Jika ada jalan keluar maka biarkanlah mereka menempuh jalan itu. Sesungguhnya penguasa tersalah dalam memaafkan, lebih baik dari tersalah dalam pelaksanaan hukuman.” (HR. Al- Tirmidzi)
Serta dalam Al-Quran:
- “Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”(QS. Al-An’am: 119)
- “Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”(QS.Al-Baqarah: 173)
- Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Al-Ma’idah: 3).
Hukuman ini berlaku bagi seseorang yang mencuri benda namun nilainya tidak terlalu tinggi. Misalnya menemukan benda di jalan atau mengambil buah di pohon tepi jalan, maka ia wajib mengembalikan benda tersebut atau dipenjara.
3. Dipotong tangan
Hukuman ini diberlakukan pada seorang pencuri yang mengambil barang dari penyimpanan atau penjagaan, barang tersebut bernilai jual tinggi dan ia memang memiliki niat mencuri tanpa ada paksaan.
Dalil-Dalil Hukum Potong Tangan Kepada Pencuri.
Pada dasanya hukum mencuri adalah dosa. Tidak dianjurkan dan dilarang secara agama. Sebab perbuatan mencuri ini merugikan pihak lain. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Maka itu, untuk memberikan efek jera maka islam memberikan hukuman pada seorang pencuri berupa potong tangan. Tentu saja hukuman ini tidak serta-merta dibuat begitu saja. Namun mengacu ayat Al-Quran yang ertinya:
“Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Maidah: 38-39).
Selain itu juga diperkuat dengan hadist-hadist shahih yang menjelaskan bahwa pada zaman terdahulu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjatuhi hukuman potong tangan kepada seorang pencuri.
“Diceritakan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seorang wanita dari Bani Makhzum dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian, Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan. Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka kerana pasti akan dipotong tangannya.
Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau:
“Apakah kamu meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato : “Wahai umat manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah hancur, kerana mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah (anak Nabi) mencuri, maka pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari).
Hadits lain iaitu:
“Dari Aisyah radhiyaallahu ‘anha, sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah SAW tentang seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya.” (HR. Bukhari).
Syarat-Syarat Hukum Potong Tangan
Dalam menerapkan hukum potong tangan kepada pencuri tentu tidak boleh dilakukan begitu saja. Terlebih lagi jika menghakimi sendiri lalu menganiayanya. Hal ini tentu tidak benar. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mempraktikkan hukum potong tangan. Diantaranya iaitu:
1. Pencuri cukup umur (Baligh)
Syarat pertama seseorang dikatakan mencuri dan wajib dikenai hukum potong tangan adalah usianya harus sudah baligh. Enggak mungkin jika balita mencuri lalu dipotong tangannya. Sebab balita masih belum mengerti apa-apa.
2. Tidak dipaksa atau terpaksa
Dalil-Dalil Hukum Potong Tangan Kepada Pencuri.
Pada dasanya hukum mencuri adalah dosa. Tidak dianjurkan dan dilarang secara agama. Sebab perbuatan mencuri ini merugikan pihak lain. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Maka itu, untuk memberikan efek jera maka islam memberikan hukuman pada seorang pencuri berupa potong tangan. Tentu saja hukuman ini tidak serta-merta dibuat begitu saja. Namun mengacu ayat Al-Quran yang ertinya:
“Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Maidah: 38-39).
Selain itu juga diperkuat dengan hadist-hadist shahih yang menjelaskan bahwa pada zaman terdahulu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjatuhi hukuman potong tangan kepada seorang pencuri.
“Diceritakan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seorang wanita dari Bani Makhzum dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian, Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan. Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka kerana pasti akan dipotong tangannya.
Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau:
“Apakah kamu meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato : “Wahai umat manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah hancur, kerana mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah (anak Nabi) mencuri, maka pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari).
Hadits lain iaitu:
“Dari Aisyah radhiyaallahu ‘anha, sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah SAW tentang seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya.” (HR. Bukhari).
Syarat-Syarat Hukum Potong Tangan
Dalam menerapkan hukum potong tangan kepada pencuri tentu tidak boleh dilakukan begitu saja. Terlebih lagi jika menghakimi sendiri lalu menganiayanya. Hal ini tentu tidak benar. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mempraktikkan hukum potong tangan. Diantaranya iaitu:
1. Pencuri cukup umur (Baligh)
Syarat pertama seseorang dikatakan mencuri dan wajib dikenai hukum potong tangan adalah usianya harus sudah baligh. Enggak mungkin jika balita mencuri lalu dipotong tangannya. Sebab balita masih belum mengerti apa-apa.
2. Tidak dipaksa atau terpaksa
Hukum potong tangan berlaku apabila seseorang mencuri atas kesedarannya sendiri. Tanpa ada paksaan dari pihak lain dan tidak sedang berada dalam kondisi terpaksa.
“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku kerana aku (apa yang mereka lakukan) tanpa ada kesengajaan, lupa dan apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.”(HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi).
3. Sehat dan berakal
Syarat ketiga adalah si pencuri berakal sehat. Jadi tidak sedang gila. Seseorang yang kehilangan akal maka tidak berhak dijatuhi hukuman.
4. Pencuri memahami hukum islam
Pencuri yang tidak memahami tentang hukum islam, misalnya saja non muslim yang baru masuk islam (Muallaf) dan belum mempelajari islam secara menyeluruh maka ia tidak wajib dikenai hukum potong tangan.
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al Ahzab: 5).
5. Barang yang dicuri berada dalam penyimpanan
Seseorang dikatakan mencuri jika ia mengambil barang yang berada dalam penyimpanan. Misalnya mengambil barang orang lain yang disimpan di dompet, almari, atau tempat-tempat lainnya.
6. Barang yang dicuri berada dalam penjagaan
Misalnya barang yang berada di samping orang sholat, kebun yang dibatasi dengan tembok, atau barang-barang lain yang dijaga pemiliknya. Sedangkan menemukan barang di jalanan atau mengambil buah di pohon yang tidak ada pembatasnya, maka hukum potong tangan tidak berlaku. Sebaliknya si pencuri hanya diwajibkan mengembalikan barangnya. Jika tidak ada, maka harus membayar ganti rugi. Dan hukumannya adalah dipenjara (Ta’zir) dengan didasarkan pada peraturan undang-undang.
7. Nilai barang yang dicuri mencapai jumlah nisab
Syarat berikutnya untuk memberlakukan hukum potong tangan adalah jumlah barang yang dicuri harus mencapai nisab. Menurut majoriti ulama jumlahnya sebesar 3 dirham atau ¼ dinar. Hal ini didasari oleh hadist shahih:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang yang mencuri perisai yang nilainya sebesar 3 dirham.” (Hadist Muttafaqun ‘Alaihi)
Dari Aisyah radhiyaallahu ‘anha bahawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Jangan memotong tangan seorang pencuri kecuali mencapai ¼ dinar keatas”. (HR. Muslim).
Perlu diketahui bahwa 1 dinar = emas 24 karat sebesar 4.25 gram. Jadi bila ¼ dinar berarti= ¼ x 4.25 : 1.0625 gram. Apabila nilai barang curiannya kurang dari ukuran tersebut maka hukum potong tangan tidak boleh dilakukan. Pencuri cukup diadili secara hukum. Misal dipenjara, membayar ganti rugi atau mengadakan persetujuan bersama.
8. Barang curian mutlak bukan miliknya
Maksudnya antara pencuri dengan pemilik barang yang dicuri tidak ada hubungan darah ataupun ikatan keluarga. Misalnya orang tua mencuri harta anaknya atau sebaliknya, isteri mencuri harta suaminya, maka ini tidak boleh lakukan hukum potong tangan. Sebab seorang keluarga masih memiliki hak terhadap keluarganya yang lain.
Namun demikian bukan berarti pencurian dalam keluarga diperbolehkan. Pencurinya tetap diadili. Dan hukumannya bergantung pada dekatnya hubungan, kerelaan orang yang dicuri, undang-undang negara dan ajaran hukum fiqih islam.
9. Barang curian adalah barang yang berharga
Syarat Berikutnya adalah barang yang dicuri mestilah barang yang berharga. Dalam ertinya layak secara syarak. Benda yang bernilai jual cukup tinggi. Bukan benda-benda bekas yang tak terpakai, bangkai atau sejenisnya.
Sebelum melakukan hukuman potong tangan, seorang hakim perlu perhatikan syarat-syarat diatas. Kemudian melihat kondisi si pencuri, apakah ia orang yang masih gagah perkasa ataukah orang yang tak berdaya. Seseorang yang mencuri kerana terpaksa akibat rasa lapar, dan aktiviti mencuri ini tidak dilakukan secara terus-menerus maka ia berhak mendapatkan keringanan.
Hukum potong tangan tidak berlaku kepada seorang pencuri yang mencuri sedikit makanan kerana kelaparan. Apabila si pencuri mahu meminta maaf dan bertaubat maka tidak ada dosa yang tak terampun oleh Allah Ta’ala.
3. Sehat dan berakal
Syarat ketiga adalah si pencuri berakal sehat. Jadi tidak sedang gila. Seseorang yang kehilangan akal maka tidak berhak dijatuhi hukuman.
4. Pencuri memahami hukum islam
Pencuri yang tidak memahami tentang hukum islam, misalnya saja non muslim yang baru masuk islam (Muallaf) dan belum mempelajari islam secara menyeluruh maka ia tidak wajib dikenai hukum potong tangan.
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al Ahzab: 5).
5. Barang yang dicuri berada dalam penyimpanan
Seseorang dikatakan mencuri jika ia mengambil barang yang berada dalam penyimpanan. Misalnya mengambil barang orang lain yang disimpan di dompet, almari, atau tempat-tempat lainnya.
6. Barang yang dicuri berada dalam penjagaan
Misalnya barang yang berada di samping orang sholat, kebun yang dibatasi dengan tembok, atau barang-barang lain yang dijaga pemiliknya. Sedangkan menemukan barang di jalanan atau mengambil buah di pohon yang tidak ada pembatasnya, maka hukum potong tangan tidak berlaku. Sebaliknya si pencuri hanya diwajibkan mengembalikan barangnya. Jika tidak ada, maka harus membayar ganti rugi. Dan hukumannya adalah dipenjara (Ta’zir) dengan didasarkan pada peraturan undang-undang.
7. Nilai barang yang dicuri mencapai jumlah nisab
Syarat berikutnya untuk memberlakukan hukum potong tangan adalah jumlah barang yang dicuri harus mencapai nisab. Menurut majoriti ulama jumlahnya sebesar 3 dirham atau ¼ dinar. Hal ini didasari oleh hadist shahih:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang yang mencuri perisai yang nilainya sebesar 3 dirham.” (Hadist Muttafaqun ‘Alaihi)
Dari Aisyah radhiyaallahu ‘anha bahawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Jangan memotong tangan seorang pencuri kecuali mencapai ¼ dinar keatas”. (HR. Muslim).
Perlu diketahui bahwa 1 dinar = emas 24 karat sebesar 4.25 gram. Jadi bila ¼ dinar berarti= ¼ x 4.25 : 1.0625 gram. Apabila nilai barang curiannya kurang dari ukuran tersebut maka hukum potong tangan tidak boleh dilakukan. Pencuri cukup diadili secara hukum. Misal dipenjara, membayar ganti rugi atau mengadakan persetujuan bersama.
8. Barang curian mutlak bukan miliknya
Maksudnya antara pencuri dengan pemilik barang yang dicuri tidak ada hubungan darah ataupun ikatan keluarga. Misalnya orang tua mencuri harta anaknya atau sebaliknya, isteri mencuri harta suaminya, maka ini tidak boleh lakukan hukum potong tangan. Sebab seorang keluarga masih memiliki hak terhadap keluarganya yang lain.
Namun demikian bukan berarti pencurian dalam keluarga diperbolehkan. Pencurinya tetap diadili. Dan hukumannya bergantung pada dekatnya hubungan, kerelaan orang yang dicuri, undang-undang negara dan ajaran hukum fiqih islam.
9. Barang curian adalah barang yang berharga
Syarat Berikutnya adalah barang yang dicuri mestilah barang yang berharga. Dalam ertinya layak secara syarak. Benda yang bernilai jual cukup tinggi. Bukan benda-benda bekas yang tak terpakai, bangkai atau sejenisnya.
Sebelum melakukan hukuman potong tangan, seorang hakim perlu perhatikan syarat-syarat diatas. Kemudian melihat kondisi si pencuri, apakah ia orang yang masih gagah perkasa ataukah orang yang tak berdaya. Seseorang yang mencuri kerana terpaksa akibat rasa lapar, dan aktiviti mencuri ini tidak dilakukan secara terus-menerus maka ia berhak mendapatkan keringanan.
Hukum potong tangan tidak berlaku kepada seorang pencuri yang mencuri sedikit makanan kerana kelaparan. Apabila si pencuri mahu meminta maaf dan bertaubat maka tidak ada dosa yang tak terampun oleh Allah Ta’ala.
No comments:
Post a Comment