Thursday, October 16, 2008
Iklan di Aceh Ikut Kelantan?
Ibnu Hasyim Catatan Perjalanan
SEORANG warga Aceh berkata, "Setelah melihat iklan XL dan Mentari dengan model berjilbab (berkerudung) saya pun menjadi penasaran akan kisah awalnya kenapa sekarang di Aceh sebagian iklan-iklannya menggunakan model berjilbab (berkerudung)?"
Begini jawabannya seperti dalam berita ini...
Kamis, 09/08/2007 11:44 WIB 'Tak Berbusana Muslim, Gambar Model Perempuan di Aceh Dicat' Oleh Nur Raihan - detikNews
Banda Aceh - Kalau kebetulan Anda berkunjung ke Banda Aceh, jangan heran jika melihat keanehan di sejumlah baliho dan billboard iklan yang dipasang di jalan-jalan di Banda Aceh. Keanehan itu khususnya pada sejumlah baliho atau billboard yang menggunakan model perempuan. Wajah-wajah
perempuan itu dicat hitam sampai ke leher. Tak hanya wajah, di beberapa billboard dan baliho, pengecatan juga dilakukan di bagian pinggang sampai ke paha.
Mungkin hal ini dilakukan karena si model memakai celana yang agak ketat. Tapi anehnya, pakaian si model yang juga ketat dan menunjukkan lekuk-lekuk tubuhnya dibiarkan begitu saja. Ada juga, yang dicat seluruh tubuhnya. Selain dicat, ada pula yang ditutupi dengan kain. Aksi ini menyusul larangan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh karena gambar-gambar itu dinilai tidak mencerminkan Syariat Islam.
Pasalnya, sejumlah perempuan yang berpose di sejumlah baliho dan billborad itu tak berbusana muslim.
"Saya telah meminta kepada produsen untuk menutup model reklame itu, karena dinilai tidak mencerminkan syariat Islam dan juga kita mendapat protes dari dari DPRK Banda Aceh," ujar Kadispenda Kota Banda Aceh, Mairul Hazami, ketika dihubungi wartawan melalui telepon selularnya, Kamis (9/8/2007) di Banda Aceh.
Dikatakannya, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh. Ditambahkan Kepala Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, M.Natsir Ilyas, model-model perempuan tersebut selain tidak memakai jilbab, juga mengenakan baju lengan pendek dan ketat. Tak hanya itu, di beberapa billboard, para model perempuan itu berdampingan dengan laki-laki yang tidak diketahui muhrimnya atau bukan.
"Hal ini bukan maksud untuk mempersempit ruang gerak reklame, tetapi diharapkan produsen bisa menyesuaikan dengan kondisi di kota Banda Aceh saat ini," terangnya pada wartawan di tempat terpisah.
Untuk itu, Natsir berharap, agar produsen produk-produk tersebut dapat menyesuaikan produk iklannya dengan kondisi Banda Aceh. Misalnya model iklan yang memakai perempuan, diharapkan berbusana Muslim.
Begitu juga dengan berita ini...
Jumat, 10/08/2007 16:17 WIB 'XL Mengecat Iklan Model Perempuan Tanpa Jilbab di Aceh' oleh Nur Raihan - detikNews Banda Aceh -
Billboard iklan yang model perempuannya dicat hitam di Banda Aceh merupakan iklan milik XL. Pihak XL-lah yang mengecat sendiri model iklannya itu. Sebab, pemerintah Kota Banda Aceh melarang iklan dengan model perempuan tanpa jilbab atau yang tidak sesuai syariat Islam.
"Kami minta maaf, jika iklan kami di sejumlah baliho yang dipasang di Kota Banda Aceh tidak sesuai dengan Syariat Islam yang berlaku di sini." Demikian diutarakan Bagian Promosi PT Excelcomindo untuk Aceh, Teuku Aditya. Ungkapan itu diutarakannya pada detikcom, Jumat (10/08/2007).
Permintaan maaf itu disampaikan dia menyusul imbauan yang dikeluarkan Dinas Pendapatan Daerah Banda Aceh (Dispenda). Menurut Teuku Aditya, Dispenda beberapa hari lalu menyampaikan imbauan secara lisan, agar baliho dan sejumlah bilboard mereka yang memakai gambar model perempuan untuk ditutup, karena tidak sesuai dengan Syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Dalam gambar iklan tersebut, dua orang perempuan yang memakai baju berlengan pendek mengapit seorang laki-laki yang sedang bertelepon. Di sejumlah baliho yang terpasang, gambar-gambar perempuan itu dicat hitam, sehingga kemudian yang terlihat hanya gambar laki-lakinya saja.
"Setelah mendapat imbauan itu, kemudian juga arahan dari Jakarta, maka kami menutup bilboard dan baliho kita. Jadi kita sendiri yang melakukan pengecatan baliho-baliho itu, bukan Pemko," kata dia meluruskan. Untuk pemasangan iklan berupa baliho atau bilboard ke depannya, belum dapat dipastikan oleh Teuku Aditya.
Apakah nantinya hanya akan memasang iklan yang tidak menggunakan model perempuan atau mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Menurut Seksi Pelayanan Terpadu Dispenda Banda Aceh, Surya Bakti, imbauan itu mereka sampaikan bukan hanya karena berdasarkan permintaan anggota DPRK Banda Aceh. Tapi juga karena kuputusan surat yang sudah dibuat Dispenda sejak lama.
"Jadi dalam butir kedua tentang surat izin reklame yang kita keluarkan, disebutkan, kata-kata dalam reklame harus sesuai dengan kondisi dan situasi daerah. Itulah yang jadi pegangan kita. Situasi dan kondisi daerah kita kan melaksanakan Syariat Islam. Jadi isi reklamenya harus disesuaikan," terang dia pada detikcom, Jumat (10/08/2007).
Ditambahkan dia, beberapa waktu lalu, pihaknya juga pernah meminta sebuah produsen untuk mengganti gambar iklan di papan bilboardnya di kawasan Jambo Tape, Banda Aceh.
"Waktu itu, iklan TV, ada gambar perempuannya yang tidak sesuai. Kita minta diganti, dan mereka ganti. Jadi bukan semata-mata karena permintaan anggota DPRK Banda Aceh," ujar dia lebih lanjut.
Meski dia mengakui, ketika Kadispenda Banda Aceh, Mairul Hazami, menelepon dirinya mengatakan, ada sejumlah komplain dari anggota DPRK Banda Aceh tentang papan iklan dan sejumlah baliho XL yang dinilai tidak sesuai dengan Syariat Islam.
"Tapi tidak disebutkan, anggota dewan yang mana yang komlplain," ungkap dia.
Hal ini mengingatkan perjalanan saya semalam, mengikuti rombongan Dr. Tgk Muhammad Hasan Ditiro, ke daerah kelahirannya Kabupaten Pidie, rombongan mantan Petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini telah menjadi Komisi Peralihan Aceh (KPA). Dari Banda Aceh menuju ke Sigli.. Kami disambut oleh rakyat Aceh yang berderetan di kiri kanan jalan. Dalam merentasi gunung-gunung dan lurah, terlihat mereka berkumpul beramai-ramai tanpa paksaan atau arahan dari sesiapa. Ada yang menyambutnya dengan menunggang gajah.
Sehingga saya berada di dalam mobil berlambangkan Partai Aceh itu dikerumuni dan disalami. Ertinya rakyat amat menghomati dan merindui pemimpinnya. Rombongan juga ziarah ke pusara Tgk Abdullah Syafi'e di Desa Blang Sukon, Cubo, Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya. Sekilas sejarah Tgk Abdullah Syafi'e tidak saja sebagai panglima Besar Gerakan Aceh Merdeka, tapi tokoh ini juga termasuk dalam perintis bersama Tgk Hasan Ditiro mendeklarasikan Gerakan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976 lalu.
Tgk Abdullah Syafi'e bersama isterinya Fatimah termasuk beberapa pengawalnya, tewas dalam pertempuran dengan pasukan TNI (Tentera Nasional Indonesia) di salah satu kawasan di Desa Sarah Manyang, Kabupaten Bandar Dua Kabupaten Pidie pada tahun 2002 lalu. Dalam komplek perkarangan itu terdapat beberapa kuburan lainnya, selain makam Tgk Abdullah Syafi'e, Muhammad bin Ishak, Tgk Muhammad Daud Hasyim, dan yang berada disamping makam Tgk Lah Umi Fatimah tidak lain isteri Tgk lah yang tewas dalam pertempuran bersama suaminya.
Selain itu, lawatan juga dilakukan ke sejumlah tempat bersejarah dan makam orang tua dan keluarganya sendiri, perjalanan yang dilakukan rombongan Deklarator GAM tersebut, ke lokasi kuburan Tgk Usman Lampouh Awee, Simpang Tiga (mantan menteri Keuangan GAM), Kuburan Tgk Muhammad Daud (Abu Beureueh), dilanjutkan ke Tanjong Bungong Sakti (kuburan Ayah dari Hasan Tiro iaitu Tgk Hasan Muhammad) dan lokasi kuburan Ibu Hasan Tiro (Fatimah) di Kecamatan Tiro.
Kedatangan rombongan itu, dikawal oleh mantan kombatan GAM, puluhan iringan mobil bergerak sejak pukul 11.00 wib, Rabu (15/10), jadual lawatan tersebut telah direncanakan sebelumnnya oleh petinggi mantan GAM yang ada di Kabupaten Pidie. Semasa rombongan kami singgah di rumah Tgk Usman Lampouh Awee yang baru meninggal dunia beberapa bulan lepas, terdapat di pintu gerbang Simpang Tiga jalan masuk ke rumahnya itu tertulis kira-kira 'Perlakuan Syariat Islam, Kami Tunggu Perdamaian'. Tgk Muhammad Hasan Ditiro sendiri pun dalam siri-siri ucapannya ada menyebutkan,
'Teruskan Perdamaian, walaupun saya tiada....' Dan larangan juga dikeluarkan kepada pengguna pelekat kereta yang menuntut kemerdekaan.
Oleh itu laksanakan Islam, kerana salah satu dari makna Islam ialah per'damai'an. Jadi saya jawab kata kawan saya orang tempatan Aceh itu..
"Di Malaysia, sebuah kerajaan negeri pimpinan partai Islam (PAS) di Kelantan telah pun melaksanakannya (pengiklanan seperti di atas) kira-kira 18 tahun lalu, selepas mengambil-alihnya dari Kerajaan Pusat di Malaysia.. Maaf! Ini bukan bererti Aceh tiru Kelantan, tetapi bila kita ikut Islam kita akan bertemu titik-titik persamaan..."
Sekian, semoga Allah pertemukan kita dalam satu titik-titik pertemuan dan persamaan.
Catatan Perjalanan ke Indonesia:
ibnuhasyim.com
(e-mail: ibnuhasyim@gmail.com)
Oktober15, 08
Rumah Bupati Sigli, Aceh.
Lihat..
E-Buku IH-15: Aceh, Sebelum & Selepas Hasan Tiro'
Monday, October 13, 2008
Kurang Ajar, Lagi Hina Nabi..
Ibnu Hasyim:
Catatan Santai
WALAUPUN, saya masih berada di luar negara,tapi bila saya lihat http://www.shahabudeenjalil.com/ saya rasa terpanggil untuk membantah lanjutan dari siri-siri menghina Nabi SAW. Buku yang menceritakan kisah fiksyen mengenai isteri Nabi SAW Aishah RA 'The Jewel of Medina' ditulis oleh 'badut baru' bernama Sherry Jones. Buku yang mendapat kritikan hebat dari pengkaji-pengkaji sejarah Islam barat dan ditolak oleh penerbit Random House Publishing Group, beralasan bakal mewujudkan suasana tidak senang di kalangan orang Islam. Syabas Random House Publishing Group!
Tapi bagi Amazon.com, suatu portal penjualan buku terbesar di dunia, masih berdegil dan terus mengedarnya. Bahkan pengedar-pengedar seperti inilah yang membantu 'badut-badut baru' bagi dapatkan publisiti murahan untuk naik. Kita wajib bantah penyelewengan-penyelewengan biadap seperti ini, walaupun kita berada dalam masyarakat pelbagai agama atau parti multy racial, kerana hal ini adalah penyelewengan ke atas hak asasi manusia. Semua kerajaan-kerajaan di dunia perlu menyekat, bahkan kerajaan umat Islam wajib mengharamkannya.
Tentukan apa tindakan lanjut seterusnya, jika hal ini berlaku secara berterusan, hatta dari penulis dari dalam negara umat Islam sendiripun? Wallahu 'aklam.
ibnuhasyim.com
(e-mail: ibnuhasyim@gmail.com)
Oktober13, 08
RI.
Sunday, October 12, 2008
Hasan Tiro Seorang Nasionalis?
Ibnu Hasyim CATATAN PERJALANAN:
SAYA kini di Banda Aceh. Kepulangan Teungku Muhammad Hasan Di Tiro pada Sabtu (11/10) sekitar pukul 11.15 WIB ke Aceh di Bandara Blang Bintang Aceh Besar dihntar oleh 140 rombongan dari Malaysia dan Sweden. Rombongan tertsebut mengantar Hasan Tiro ke kampung halamannya berangkat dengan dua pesawat Fokker Firefly yang disewa dari salah satu perusahaan penerbangan di Malaysia.
Pernah seorang bernama Ahmad Sudirman menulis dari Stockholm - Sweden, mengenai perkembangan fikiranTgh Hasan Di Tiro (9 Mei 2004) dan perjuangan rakyat Aceh. Antaranya mengulas kenyataan Tgk Lamkaruna yang menyanggah pandangannya...
"Pendapat Bapak Ahmad Sudirman yang menolak konversi pemikiran Hasan Tiro, menurut hemat saya perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Artinya, bukti sejarah menunjukkan bahwa Hasan Tiro dengan penuh kesadaran dan pemikiran yang matang telah menulis sebuah buku sebagai wujud semangat nasionalismenya yang telah tertanam sejak masa muda, sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelumnya. Kalau dikatakan bahwa pada saat itu Hasan Tiro belum mempunyai kematangan berfikir, ini sungguh aneh.
Artinya orang sekaliber Hasan Tiro kok justru tidak memahami betul sejarah endatu bangsa Aceh. padahal pada waktu itu tidak sedikit pemuda-pemuda seusia Hasan Tiro (Ketika berumur belasan) justru sudah mempunyai ruh perjuangan bangsa Aceh yang sudah terbina sejak lama pada sanubari pemuda Aceh, tetapi kenapa Hasan Tiro tidak memahaminya, ini kan hal yang aneh. Bukankah ia berdarah Tgk. Thjik Di-Tiro (dari pihak ibu) yang paham betul dengan perjuangan bangsa Aceh, tetapi kenapa bapak Ahmad Sudirman mengatakan Hasan Tiro waktu belum mempunyai kematangan berfikir?"
(Tgk. Lamkaruna Putra, abupase@... , Sun, 9 May 2004 07:39:52 -0700 (PDT)).
Kata Ahmad Sudirman lagi...
"Terimakasih Teungku Lamkaruna Putra di Medan, Indonesia. Jelas kelihatan pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro, lahir pada tanggal 4 September 1930, dengan bekal pendidikan dari Madrasah Blang Paseh pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh, dan dari Sekolah Normal di Bireuen pimpinan Moehammad El-Ibrahimy, ditambah dengan pengaruh propaganda yang dilancarkan oleh pihak RI (Republik Indonesia) Soekarno melalui Teuku Mohammad Hassan, diamini oleh teuku Nyak Arief, Teungku Muhammad Daud Beureueh, Teungku Hasan Krueng Kalee, Teungku Jakfar Siddiq Lamjabat, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri, maka pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang masih berusia 15 tahun, pada saat RI diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta itu, dengan mudah diombang ambing oleh pengaruh propaganda Soekarno dari RI.
Kemudian, pengaruh propaganda kebijaksanaan politik yang terus dilancarkan oleh pihak Soekarno dari RI ini makin kuat merasuk kedalam pikiran pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro setelah pindah ke Yogyakarta dan belajar di Universitas Islam Indonesia (YII) di Yogyakarta dari tahun 1950 sampai 1951. Perkembangan pemikiran pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang baru menginjak usia 20 tahun dan mendapat pendidikan di UII Yogyakarta, pusat kekuasaan Pemerintah Negara RI atau RI-Jawa-Yogya, dengan ide-ide dan pemikiran-pemikiran Soekarno yang setiap saat terus merasuk kedalam pikiran dan jiwa pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro ini, makin menambah tertutupnya pintu pengetahuan tentang sejarah panjang Negeri Aceh yang dari sejak tanggal 14 Agustus 1950 telah ditelan oleh Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) Soekarno masuk kedalam tubuh RIS dan diteruskan masuk kedalam perut RI yang menjelma menjadi NKRI (Negara Kesatuan RI) pada tanggal 15 Agustus 1950.
Nah, sejarah yang menyangkut proses penelanan, pencaplokan, pendudukan, dan penjajahan Negeri Aceh oleh Presiden RIS Soekarno ini tidak pernah keluar dan tidak pernah sampai untuk dipelajari dan dianalisa di UII, sehingga pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro tidak mengetahui bahwa dari sejak tanggal 14 Agustus 1950 Negeri Aceh telah masuk kedalam perut RI yang menjelma menjadi NKRI. Pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang sedang kuliah di UII tidak menyadari dan tidak mengetahui dengan pasti, bahwa sebenarnya pada tanggal 17 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat, bukan mengakui kedaulatan RI, malahan pada tanggal yang sama kedaulatan RI diserahkan kepada RIS.
Dimana sebenarnya Negeri Aceh berada diluar Negara-Negara Bagian RIS. Belanda tidak menyerahkan Negeri Aceh kepada RIS, melainkan RIS itulah yang menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah Negeri Aceh pada tanggal 14 Agustus 1950, yang masih berada diluar daerah wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RIS. Memang wajar kalau pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang baru berusia 20 tahun, sedang digodok di UII, pusat kekuasaan Negara RI, Negara Bagian RIS, yang tidak mendapatkan informasi yang benar mengenai status hukum Negeri Aceh sebelum tanggal 14 Agustus 1950 dan sesudah tanggal 14 Agustus 1950.
Kemudian menulis tentang semangat nasionalisme hasil pengaruh propaganda ide-ide Soekarno yang masih hangat-hangatnya menjalankan taktik dan strategi kebijaksanaan politik, pertahanan, dan keamanan mengenai penelanan dan pencaplokan Negara-Negara dan Negeri-Negeri yang berada diluar wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RIS. Jadi dalam perkembangan pikiran pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang telah sampai ketingkat nasionalisme akibat pengaruh ide nasionalisme Seokarno dari RI atau RI-Jawa-Yogya telah menutup kemungkinan untuk menggali sejarah panjang Negeri Aceh yang sebenarnya.
Negara Islam Indonesia di Negeri Aceh
Ketika pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro pada usia 21 tahun, yaitu pada tahun 1951 meninggalkan NKRI menuju Amerika untuk tujuan belajar, pengaruh nasionalisme Soekarno masih cukup membekas dalam pikirannya. Kemudian, dalam perkembangan pikiran pemuda Teungku Hasan Muhammad di Tiro selanjutnya selama di Amerika, terutama setelah dimaklumatkan Negara Islam Indonesia di Negeri Aceh pada tanggal 20 September 1953 oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh, ternyata membawa masukan baru bagi perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro di luar Negeri. Dimana semangat nasionalisme yang sebelumnya begitu memenuhi pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro menjadi berkurang akibat lahirnya Negara Islam Indonesia di Negeri Aceh.
Apalagi setelah lahirnya deklarasi pembentukan Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi yang anggota Negaranya adalah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara dan M. Natsir Cs, NII Teungku Muhammad Daud Beureueh, Perjuangan Semesta (Permesta) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara pada tanggal 8 Februari 1960, maka banyak mempengaruhi perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Dimana negara Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi itu yang tidak ada hubungannya dengan RI atau NKRI Soekarno telah menjadi pupuk bagi perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro.
Hanya dalam proses perjuangan Republik Persatuan Indonesia (RPI) selanjutnya ternyata menghadapi benturan benteng RI atau NKRI Soekarno. Dimana pada tanggal 29 Mei 1961 pencetus proklamasi PRRI Kolonel Achmad Husein dengan pasukannya, disusul oleh Kolonel Simbolon dengan pasukannya menyerahkan diri kepada pihak Soekarno dari Negara RI atau RI-Jawa-Yogya, ditambah banyak para pimpinan dari Permesta yang kebanyakan dari PSI (Partai Sosialis Indonesia) menyerahkan diri kepada pihak Soekarno, maka kekuatan Negara Republik Persatuan Indonesia mulai berkurang dan melemah.
Seterusnya Perdana Menteri Mr. Sjafruddin Prawiranegara memutuskan penghentian perlawanan terhadap Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961, akhirnya keberadaan Negara Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi ini lenyap. Disamping itu, kelemahan pihak RPI ini disebabkan pada tanggal 17 Agustus 1960, Soekarno dengan Keputusan Presiden Nomor 200 tahun 1960 dan Nomor 201 tahun 1960 membubarkan partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dengan pertimbangan bahwa organisasi (partai) itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dengan Republik Persatuan Indonesia.
Sebelum Republik Persatuan Indonesia ini hilang keberadaannya pada tanggal 17 Agustus 1961, Teungku Muhammad Daud Beureueh pada tanggal 15 Agustus 1961 mendeklarkan bahwa NII yang sebelumnya menjadi anggota Federasi Negara Republik Persatuan Indonesia memisahkan diri dan menjadi Republik Islam Aceh yang berdiri sendiri. Selanjutnya, nasib dari Republik Islam Aceh inipun mengalami benturan benteng NKRI lainnya, yaitu Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 1962 dan diikuti oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh yang diselenggrakan Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin.
Dimana prosesnya adalah ketika Soekarno memberikan amnesti dan abolisi kepada mereka yang dianggap memberontak kepada NKRI dengan batas akhir 5 Oktober 1961. Pada tanggal 4 Oktober 1961 datang 28 orang delegasi dari wakil-wakil semua lapisan masyarakat, para ulama, pemuda, pedagang, tokoh-tokoh adat, termasuk wakil pemerintah resmi sipil dan militer menjumpai Teungku Muhammad Daud Beureueh di Markasnya dengan misi meminta kepada Teungku Muhamad Daud Beureueh demi untuk kepentingan masyarakat Aceh seluruhnya agar sudi kembali ketengah-tengah masyarakat untuk memimpin mereka.
Batas waktu tanggal 5 Oktober berakhir, dengan mempertimbangkan harapan rakyat Aceh yang tulus dan jaminan-jaminan kebebasan beliau untuk melanjutkan perjuangan telah membuka pintu untuk perundingan. Dimana perundingan-perundingan ini berlangsung sampai sepuluh bulan. Pada tanggal 9 Mei 1962 Teungku Muhammad Daud Beureueh bersama stafnya kembali ketengah-tengah masyarakat .
(S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 97-98)
Berarti dengan kembalinya Teungku Muhammad Daud Beureueh ke Masyarakat dan mengikuti Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 1962 oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin, secara de-facto dan de-jure RIA yang diperjuangkannya telah hilang. Teungku Muhammad Daud Beureueh telah kena jerat Soekarno Penguasa Negara Pancasila alias NKRI. Nah dengan berakhirnya secara de-facto dan de-jure Republik Persatuan Indonesia, dan lenyapnya Republik Islam Aceh secara de-facto dan de-jure, telah membawa perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro ketingkat kesadaran dan keyakinan bahwa perjuangan pembebasan rakyat Aceh yang negerinya telah ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah oleh pihak NKRI wajib diteruskan dan diperjuangkan.
Dimana puncak dari perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro, seperti yang telah saya tuliskan sebelum ini, yaitu disaat-saat akhir Teungku Hasan Muhammad di Tiro akan meninggalkan Amerika, tahun 1976, telah menggelora dalam dada dan pikirannya mengenai tanggung jawab dirinya sebagai rakyat Aceh yang memiliki hubungan darah dengan keluarga di Tiro yang gagah berani berjuang melawan penjajah Belanda. Dimana semangat dan gelora perjuangan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Aceh bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI ini terlukis dalam untaian kata-kata:
"my conviction about my duty in life came from my country's long history, from my education and breeding, and these being confirmed by the reaction of my people in my daily life in Acheh Sumatra. That is I have been made to feel what my family and my people expected from me."
(Keyakinan saya mengenai tanggung jawab dalam hidup datang dari sejarah panjang negeriku, pendidikan, dan kehidupanku, dan ini telah dibenarkan oleh reaksi dari rakyatku dalam kehidupan sehari-hari di Acheh, Sumatra. Apa yang saya rasakan inilah yang diharapkan oleh keluargaku dan rakyatku.)
(The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 1)
Perjuangan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI adalah bukan perjuangan pembebasan kesukuan Aceh, melainkan kelanjutan pembebasan Negeri yang sebelumnya di jajah Belanda kemudian dari sejak 14 Agustus 1950 dijajah oleh RIS dan diteruskan oleh RI atau NKRI. Sekarang, kesimpulan yang dapat diambil adalah proses perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro diawali oleh adanya pengaruh ide nasionalisme Soekarno, diteruskan oleh pengaruh kuat maklumat berdiri Negara Islam Indonesia di Aceh yang bebas dari pengaruh Negara Pancasila atau NKRI, ditambah dengan pengaruh Negara federasi Republik Persatuan Indonesia dimana NII merupakan salah satu Negara Bagian RPI, lalu pengaruh lenyapnya secara de-facto dan de-jure RPI, ditambah pengaruh lahirnya Republik Islam Aceh, kemudian adanya pengaruh Teungku Muhammad Daud Beureueh yang dijerat oleh Soekarno dengan jeratan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, lalu terakhir pengaruh hilangnya secara de-facto dan de-jure Republik Islam Aceh.
Dari tahapan-tahapan proses perkembangan pikiran Teungku Hasan Muhammad di Tiro diatas itulah yang melahirkan kesadaran melanjutkan perjuangan untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI dengan memproklamasikan Negara Aceh Sumatera pada tanggal 4 Desember 1976.
Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@... agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin. Wassalam.
Ahmad Sudirman http://www.dataphone.se/~ahmad ahmad.swaramuslim.net ahmad@..."
Demikian tulisan Ahmad Sudirman. Kita akan sambung lagi, insya Allah!
Catatan Perjalanan ke Indonesia:
ibnuhasyim.com
(e-mail: ibnuhasyim@gmail.com)
Oktober12, 08 Jalan Panglima Polim
BandaAcah.
Lihat..
E-Buku IH-15: Aceh, Sebelum & Selepas Hasan Tiro'
Friday, October 10, 2008
Dora, Isteri Hasan Di Tiro Keturunan Yahudi Amerika?
Organisasinya (Gerakan Aceh Merdeka) muncul ke pentas internasional. Hasan Tiro pernah dan menandatangani deklarasi berdirinya Negara Aceh Sumatra, pada akhir 2002. Dia juga menandatangani surat perihal GAM yang dikirim kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan pada 25 Januari 1999.
2..Lahir : 25 September 1925, Pidie, Aceh.
3..Orangtua : Pocut Fatimah (Ibu), Teungku Muhammad Hasan (Ayah)
4..Isteri : Dora, keturunan Yahudi Amerika (Sebelumnya pernah masuk Islam, lalu cerai)
5..Anak : Karim di Tiro (Doktor Sejarah dan mengajar di AS)
6..Alamat : Norsborg, Stockholm, Swedia.
2..Pernah menjabat Ketua Muda PRI di Pidie pada 1945
3..Staf Wakil Perdana Menteri II dijabat Syafruddin Prawiranegara
4..Staf penerangan Kedutaan Besar Indonesia di PBB
5..Presiden National Liberation Front of Aceh Sumatra
6..Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di PBB,AS, 1950-1954
7..Ketua Mutabakh, Lembaga Nonstruktural Departemen Dalam Negeri Libya
8..Pernah kuliah di UGM Yogya
9..Dianugerahi gelar Doktor Ilmu Hukum University of Plano,Texas
10..Lulusan University Columbia dan Fordam University di New York
2..Dirut dari Doral International Ltd di New York
3..Punya andil di Eropa, Arab dan Afrika dalam bisnis pelayaran dan penerbangan
4..Diangkat oleh Raja Feisal dari Arab Saudi sebagai penasehat agung Muktamar Islam se-Dunia (1973)
4..mendeklarasikan Aceh merdeka pada 4 Desember 1976
5..1976-1979 untuk melawan pemerintah Indonesia
6..Artikel berjudul The Legal Status of Acheh Sumatra under International Law 1980
7..The Unfinished Diary
8..Atjeh Bak Mata Donya (Aceh Dimata Dunia)
9..Terlibat sebuah "federasi" 10 daerah di Sulawesi, Sumatra, dan Maluku perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno
10..Menggagaskan ide Negara Aceh Sumatra Merdeka,1965
ibnuhasyim.com
(e-mail: ibnuhasyim@gmail.com)
Oktober10, 08
KL. RI.
Thursday, October 09, 2008
Mengapa Berita Ini Tiada Dalam Akhbar Malaysia?
Wednesday, October 08, 2008
Sej. Politik B.Pulau 3: Bersama Haji Yusuf Rawa…
Ibnu Hasyim
CATATAN SANTAI:
KELUAR saja buku saya ‘1950-2000 Sejarah Kebangkitan Dan Masa Depan PAS Kuasai Malaysia?’, saya hadiahkan kepada Tuan Haji Yusuf Rawa, kerana beliaulah penasihat kami, tempat rujukan dan apa-apa hal pun, kami cari beliau.
Contohnya, bila ceramah politik Ustaz Hadi yang kami rancang di Balik Pulau dibatalkan di saat akhir oleh pihak polis, kami tanya pendapat beliau. Katanya sebagai penyelesaian, “Batalkan ceramah politik, gantikan dengan ceramah agama, pindah ke tempat berdekatan..” Ertinya ceramah tetap dijalankan juga! Begitu juga mengenai kitab-kitab yang dijadikan teks pengajian di markas atau tenaga pengajar, kami kami rujuk kepada beliau. Juga mengenai buku saya itu setebal 672 itu, “Ada sikit maklumat yang tak betul..” katanya.
Yaitu pada muka surat 291 baris kedua dari bawah tertulis, ‘Beliau yang mendapat anugerah Jaksa Pendamai dari kerajaan Kedah …’ sebenarnya bukan ‘Kedah’ tetapi Pulau Pinang. Di sini saya mengambil kesempatan untuk membetulkan tulisan tersebut, iaitu maklumat tentang biografi dirinya. Haraf maaf, terutama kepada pembaca buku saya itu! Mengenai biogarfi beliau tak payah saya ulang lagi, kerana sudah ramai yang tahu. Banyak sudah ditulis orang, dan dalam buku saya itu agak panjang juga.
Yang penting cuma beliau yang lahir pada 8 Mei 1922 itu telah diamanahkan memimpin PAS menggantikan Dr Mohd Asri Haji Muda, Yang Di Pertua (YDP atau istilah baru Presiden) PAS ke 4, setelah Haji Ahmad Fuad Hasan, Dr Abbas Alias dan Dr Burhanuddin Al-Helmi pada Muktamar Agung PAS ke 28. Muktamar yang diadakan di Dewan Bahasa Dan Pustaka Kuala Lumpur pada 22 Oktober 1982. Saya ada dalam majlis itu pada masa itu.
Begini serba sikit lapuran ceritanya…
Pada hari pertama muktamar itu seperti biasa ucapan dasar YDP PAS, dibentangkan. Ucapan yang banyak menimbulkan tidak puas hati perwakilan. Pada saya perwakilan pada masa itu mulai berubah.. antaranya kerana..
1.. Ahli PAS mula pertikaikan ‘pendekatan PAS ala kebangsaan’, bahkan hingga ada yang menuduh perjuangan PAS tidak Islamik yang perlukan perubahan.
2.. Semboyan kepimpinan ulama seperti yang berlaku di Iran dalam revolusi Islam pimpinan Ayatullah Khomeini 1979 menggulingkan Syah Iran yang didalangi Amerika, juga mempengaruhi muktamar.
3.. Ramai perwakilan yang bertakbir ‘Allahu Akbar’ bila bersetuju menyambut ucapan pemimpin menggantikan budaya ‘tepuk tangan dan bersorak’ sebelum itu.
4..Mereka mahu pimpinan atasan mereka termasuk YDPnya terdiri dari ulama atau berpendidikan agama yang tinggi.
5..Ucapan atau ulasan kepada ucapan dasar YDP itu dikatakan menghina majlis-majlis usrah ahli PAS dan suara-suara takbir ahli PAS kononnya dipengaruhi oleh negara Iran..
6.. Mungkin juga kerana kepimpinanan Mohd Asri sudah menampakkan kelemahan, terutama mengheret PAS ke dalam Kerajaan Campuran bersama BN, PAS disingkir dari BN, Politik Darurat merampas Kelantan secara curang dari PAS, kekalahan teruk dalam PRU 22 April 1982 dan lain-lain.
Pada hari kedua muktamar, tiba-tiba YDP PAS Haji Mohd Asri mengumumkan perlepasan jawatan.
1.. Hal ini berlaku, apabila ucapan dasar YDP dikritik hebat dan ditolak.
2.. Cadangan Mohd Asri supaya melantik Ustaz Abu Bakar Omar jadi Pengerusi Tetap muktamar juga ditolak. Yang terpilih waktu itu adalah Ustaz Kassim Ahmad dari Terengganu. Suatu tamparan kuat ke muka beliau.
Saya masih ingat, sebelah petangnya, waktu mengundi melantik Pengerusi Tetap, kiraan awalnya berpihak ke Ustaz Abu Bakar Umar, tetapi dibuat pengiraan semula atas alasan perwakilan masih belum masuk penuh. Undi waktu itu hanya melalui angkat tangan saja. Di sinilah teknik yang digunakan oleh puak-puak penentang Mohd Asri amat berkesan. Hal ini diakui sendiri oleh jurukiranya Saudara ….. (Maaf, belum mohon kebenaran untuk memaparkan namanya..) yang menambah jumlah undi penentang Mohd Asri. Menurutnya waktu itu kalau dikira betul-betul mungkin kemenangan berpihak kepada Mohd Asri.
Perlepasan jawatan Allahyarhan Mohd Asri disambut dengan takbir gembira beberapa kali oleh hadirin. Saya yang tak tahu politik dalaman parti apa-apa waktu itu turut gembira dengan melambung kain serban merah yang saya pakai. Kalau tak salah, saya mewakili PAS Kawasan KL Bandar yang di’group’kan dengan kumpulan pro Mohd Asri. Sekian lapuran muktamar ke 28 tersebut yang meletakkan Tuan Haji Yusuf Rawa sebagai orang nombor 1 dalam PAS.
Tuan Haji Yusuf juga pernah menjadi Pesuruhjaya PAS Pulau Pinang ke 2, dalam tempoh masa yang agak lama. Beliau menggantikan Pesuruhjaya pertama Pulau Pinang, yang diarahkan menjadi Pesuruhjaya pertama Terengganu bagi menggerakkan PAS di situ hingga berjaya PAS menawan Terengganu dalam PRU pertama lepas merdeka tahun 1959.
Teringat kisah lucu, gurauan dengan beliau se waktu berada di rumahnya…
“Nama ‘Rawa’ di hujung nama ana ini banyak memberi tuah pada PAS..” Kata beliau. Nama beliau sebenarnya Haji Yusseof bin Haji Abdullah Ar-Rawa. ‘Rawa’ adalah keturunan bangsawan dari tanah besar Sumatera, yang menjadi keturunannya.
“Fasai apa pulak Tuan Aji?” Saya tanya.
“Pernah ana jumpa seorang dari Menteri dari Negara Arab, bila ana perkenalkan nama ana Yusuf Abdullah Ar-rawi (Rawa), dia sangat gembira. Sangkanya kami adalah dari satu keturunan, ‘Ar-rawi’. Maka dia beri 3 biasiswa untuk pelajar Malaysia belajar di negara Iraq. Saya beri pada PAS.. Salah seorang dari mereka yang dihantar belajar di sana adalah Haji Hasan Shukri.” Jelas beliau.
Rupanya Tuan Haji Hasan Shukri juga adalah orang yang membantu saya percepatkan penubuhan cawangan-cawangan dan PAS Kawasan Parlimen Balik Pulau, semasa beliau bertugas di pejabat Agung PAS, masa itu.
Saya masih kenang jasa-jasa mereka semua. Kisah sejarah PAS Balik Pulau akan bersambung lagi, tetapi mungkin akan terputus sementara kerana saya tiada di Malaysia mulai besok. Insya Allah bertemu lagi akan datang…
Catatan santai: ibnuhasyim.com (e-mail: ibnuhasyim@gmail.com) Oktober08, 08 KL..
Tuesday, October 07, 2008
Sej. Politik B.Pulau 2: Ceramah PAS DiBaling Batu….
ENTAH macam mana, dikatakan kami tubuh PAS cawangan Kampung Perlis dulu tidak melalui PAS Perhubungan Negeri. Memang saya isi borang penubuhannya, dan terus ke ibu pejabat KL, waktu itu di Jalan Pahang Barat off Jalan Pahang. Konon marahlah Pesuruhjaya PAS Pulau Pinang waktu itu. Memang boleh tubuh pun, tapi saya tidak tahu hal itu menyalahi peraturan parti.
Pesuruhjaya PAS itu ialah Allayarham Haji Zabidi bin Ali. Haji Zabidi adalah antara pengasas penubuhan PAS, lahir 1914 di Seberang Perai. Asal dari Sekolah Melayu Seberang Perai, 4 tahun belajar di Mekah dan Madrasah Idrisiah Bukit Chandan, Kuala Kangsar. Menjadi guru agama antara 1942- 1964 dan ADUN Pulau Pinang mulai 1974… Pengalaman kepimpinan dan politiknya memang hebat. Pernah jadi AJK Persatuan Melayu Seberang Perai 1947-1948, pengasas dan YDP Perikatan Penanam-Penanam Padi Melayu Seberang Perai 1948-1951, dan YDP Pertubuhan Tani Malaya 1951-1955.
Istimewanya pernah menjadi calon PAS dalam pilihan raya pertama di Malaya 1955. Pernah jadi AJK Pegerakan Pemuda Melayu Seberang Perai, Pegawai Penerangan PAS 1951-1957, Pemangku Setiausaha Agung PAS 1956, dan AJK Perhubungan PAS Negeri Terenganu 1972-1976. (Mengapa AJK Perhubungan PAS Terengganu tidak Pulau Pinang?, Saya akan hurai pada kesempatan yang lain.) Memang peringkat awal nampak macam bercanggah antara saya dengan PAS Perhubungan Negeri Pulau Pinang. Negeri dengan polisinya membekukan sementara percambahan penubuhan cawangan baru.
Sedangkan saya di Balik Pulau terus menggempur penubuhan sebanyak mungkin cawangan. Kadang-kadang percanggahan seperti inilah yang memotivasikan kami, untuk terus menggerakkan PAS. Ini membuat jasa Tuan Haji Zabidi di Balik Pulau sangat saya kenang. Terakhir saya tinggalkan PAS Balik Pulau sekitar 1990an terdapat setiap saloran mengundi ada cawangan penaja, iaitu sebanyak 34 cawangan. Yang telah lulus pendaftaran kira-kira 20 cawangan. Sekarang saya tak tahu berapa..
Terdapat sebuah pengalaman yang tidak dapat dilupakan. Pernah kami berceramah di sebuah rumah di Sungai Tiram, di mana ada golongan tertentu yang ‘diupah’ melempari batu, untuk menggagalkan majlis kami. Penceramah waktu itu adalah kawan saya iaitu L.Man Kadir Shamsi, bekas pelakon dan pengarah filem sebelumnya. Saya ingat antara kata-katanya…
“…Jangan ingat kami gentar dengan baling batu ini… Ini! Lihat tangan saya, bekas parut dalam peristiwa berdarah di Lubuk Merbau Kedah masih belum kering lagi!!” Disambut dengan takbir bergemuruh. (Memang dia ada di Lubuk Merbau semasa berlaku peristiwa berdarah itu.)
Sekali dia dan saya datang dari KL kira-kira 2 minggu tinggal di Balik Pulau, mengatur, menyusun program dan kalau tiada penceramah, kami yang berceramah sendiri. Kami tidur di markas PAS Balik Pulau yang kami bina di Kampung Perlis, menelan belanja kira-kira RM30,000. Pernah sepanjang bulan Ramadzan dalam tahun 1986, kami adakan 25 ceramah lepas sembahyang tarawih. Hampir setiap bulan kami datang, waktu itu saya ada agak banyak wang, tapi bukan kaya…
Kadang-kadang lucu juga bila difikirkan, kerana kami yang tulis poster, kami yang tampal dan kami yang berceramah malamnya. Maklumlah, kerana petugas-petugas tak sampai 20 orang mulanya. Kuliah tetap di markas pun dimulakan. Antara tenaga pengajarnya ialah Tuan Haji Yusuf Rawa, Allahyarham Sheikh Fakhrur Razi dan beberapa lagi. Sambung kisah tadi… Malam ceramah bersejarah itu, kami terpaksa menunggu hingga siang kerana tuan rumah takut rumahnya diserang lagi. Itulah detik-detik cemas, sedih dan pilu, yang sungguh menyayat hati bersama tuan rumah.
Antara penceramah-penceramah yang pernah berceramah di Balik Pulau waktu itu, ialah Tuan Haji Yusuf Rawa, Ustaz Fadzil Noor, Ustaz Hadi, Mahfuz Omar, Mohd Sabu, Cikgu Wahab Kedah, Mat Izam Perak (sekarang Pimpinan Lajnah Buruh PAS Malaysia), Allahyarham Osman Marzuki, Allahyarham Sheikh Fakhrur Razi, Ustaz Mohd Hussin Kelantan, Kamal Koh & Reduan On dari KL, Yusuf Husin & Ustaz Harun Md Isa yang cedera dalam peristiwa Memali dan ramai lagi.
Sekian kisah sejarah PAS Balik Pulau dalam catatan santai kali ini. Insya Allah bertemu lagi akan datang…
Catatan santai: ibnuhasyim.com
(e-mail: ibnuhasyim@gmail.com)
Oktober07, 08
Balik Pulau, PP.