PAGI tadi, aku pulang ke bilik hotel, selepas terdengarnya suara bacaan Quran di Masjid Raya Medan, menjelang masuk waktu subuh. Penjaga hotel itu terkejut, kerana tidak pernah aku begitu, hari-hari sebelumnya.
Aku terlewat balik kerana telah jumpa kawan lama.. perarik-penarik beca kota Medan. Ketika aku sedang makan mi Aceh di Jalan Sisingamangaraja, terdengar suara menyapaku..
"As-salamu'alaikum Pak? Masih kenal aku lagi Pak?".
Aku berpaling. "Oh. Ya ya. Agak lama kita nggak ketemu." Dia adalah penarik beca di kota Medan.
Namanya Irwan Kancil (Kancil adalah gelaran). Seiring mencari pelanggan di sekitar hotel Garuda, Jalan Sisingamangaraja. Kalau anda berada di sana, boleh sebut namanya kepada penarik-penarik beca di situ, ramai yang tahu. Saya berkenalan dengannya sejak 1990an lagi, sering bertemu dan terakhir menemuinya pada awal Julai lalu, semasa saya menghadiri program 'Dailog & Percanangan Kewaspadaan Beragama (Wasber)' anjuran FKUB (Kerukunan Umat Beragama) Kota Medan, Indonesia. Program diadakan di hotel itu. (Lihat Cari Titik Pertemuan Dlm Realiti Berbagai Agama -Dr Mohd Hasyim)
Beberapa minit saja kami di situ, beberapa lagi tukang beca datang menumpang libat dalam perbincangaan kami. Ada antara mereka berkelulusan sarjana dari pusat pengajian tinggi tempatan. Kami sering berbincang masalah semasa, bila mereka tahu saya ada di sana.
Dalam perbincangan kali ini Pak Irwan membuat kesimpulan,
"Kami tukang-tukang becak Kota Medan membantah tindakan Walikota Medan yang melarang becak-becak melalui beberapa jalan tertentu (disebutnya nama-nama jalan itu, puluhan jumlahnya), kerana ia menyebabkan terjejasnya pendapatan penarik beca yang memang sudah miskin. Mereka berbuat demikian kerana menjaga beberapa kepentingan individu tertentu seperti syarikat teksi Blue Bird dan lain-lain.
Kesannya akan menyebabkan bertambahnya pengangguran, dan berlakunya janayah...
"Justeru, kita di antara 2 ribu tukang becak Kota Medan dijemput hadir dalam 'unjuk rasa (tunjuk perasaan)' yang akan diadakan pada Senin 12 Disember ini di depan Gedung (bangunan) DPR (Ahli Dewan Undangan Negeri).." Pak Irwan mengumumkan.
Masa itu jam menunjukkan kira-kira 2 pagi.
Tiba-tiba ku lihat kira-kira 20 orang anak-anak muda berambut punk, berpakaian menjolok, memakai rantai dan bersubang sana bersubang sini, bercampur-baur lelaki perempuan, baru pulang dari berhibur, berkumpul sesamanya. Mereka melintasi di depan kami berkumpulan-kumpulan sambil berjalan di tengah jalanraya..
Seorang tukang beca lain menuding kepadaku, "Mereka itu bukan orang miskin, kadang-kadang anak orang kaya dan terpelajar pula.."
"Mengapa mereka jadi begitu?" Aku bertanya mengorek pendapat tukang beca.
Pak Irwan terus menjawab dengan suara lantang, bagaikan sedang berpidato depan ribuan penonton..
"Dengar sini wahai pemimpin-pemimpin negara.. Kalian bertanggung jawab kenapa anak-anak muda Indonesia jadi begitu.. Terdapat kira-kira 1 juta orang yang seperti mereka (anak-anak muda punk) di seluruh kota-kota Indonesia. Kalian tahu, begitulah bentuk pemimpin Indonesia akan datang. Pemimpin yang tiada pegangan agama, tiada moral, tiada membawa negara ke arah peningkatan ekonomi, bahkan membawa negara ke arah kehancuran!"
Disambut dengan tepukan dan sorak dari tukang-tukang beca kelilingnya. Akhirnya kami bersurai. "Ayuh! Pulang kita, besok sambung cari rejeki lagi." Jawab salah seorang dari mereka.
Padaku, sama saja, Malaysia dan Indonesia. Buktinya, sama-sama menggunakan media dalam tangan mereka untuk merosakkan akhlak para remaja. Menjauhkan agama dari penganutnya. Tangan kanan memusnahkan, tetapi tangan kiri pura-pura membangunkan. Membuat sesuatu atas nama Islam, tetapi membangunkan yang bertentangan dengan agama lebuh banyak lagi.
Insya Allah, catatan perjalanan ini diteruskan.
Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com
8 Dis 11,
Medan
Para tukang becak itu menamakan dirinya Perkumpulan Becak Medan Bersatu, menyesalkan adanya peraturan Walikota Medan yang membatasi mereka beroperasi di beberapa titik. Jika sebelumnya dibatasi enam titik, pada tahun 2012 mendatang, terdapat 10 titik yang tidak boleh dilintasi.
"Kami minta pembatasan ini dihapuskan," kata Rudi, salah seorang pendemo.
Mereka juga menyatakan protes atas berbagai pungutan liar (pungli) yang mereka alami dari petugas Dinas Perhubungan. Belum lagi biaya tebus becak yang mencapai jutaan rupiah jika tertangkap dalam razia.
Dalam aksinya, para tukang becak memarkirkan kendaraan mereka persis di depan Kantor Walikota. Akibatnya kemacetan panjang terjadi hingga ke Jl Pengadilan dan Jl Diponegoro.
Sementara menunggu delegasi mereka bertemu dengan perwakilan Pemerintah Kota Medan, massa mulai menyetop becak-becak yang melintas. Sebagian penumpang diturunkan paksa karena tukang becaknya dipaksa untuk ikut aksi. Sejumlah polisi yang berjaga-jaga di lokasi, membiarkan saja aksi tersebut.
(rul/anw)