CATATAN PERJALANAN siri 15
SUASANA Timor-Timur, kini di sebut Timor Leste, sedang memasuki tahun 1999 begitu mencekam. Saat itu pula diputuskan bahawa Timor-Timur memisahkan diri dari bingkai negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apakah itu penyebab mengapa anak-anak Timor Leste piih Islam? Arnaldo Pinto, saat itu masih duduk di sekolah dasar kelas 6 atau disebut sekolah rendah darjah 6, kalau di Malaysia. Dia tengah menikmati liburan di kota Dili. Waktu itu dia tidak tahu bahawa Timor-timur sudah menjadi negara Merdeka. Liburan belum berakhir, dia dan keluarga tidak kembali ke kampungnya.
Tetapi mereka mengungsi atau menjadi pelarian ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Hijrah mendadak Orlando bersama orang tua angkatnya itu, merupakan awal dari perkenalan Orlando terhadap Islam. Orlando kecil ini tinggal bersama orang tua angkatnya di pengungsian eks Timor-timur di NTT. Di pengungsian, Orlando Pinto menemukan "dunia" baru. Dia senang mendengar teman-temannya di pengungsian mengaji dan belajar Iqro.
Suatu malam, orang tua angkatnya, menyatakan ia harus mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan keyakinan yang dipeluknya, Kristian. Namun, Orlando kecil menolak. Ia malah datang ke masjid saat Jumaat. Hal yang pertama dilakukan, adalah berwudlu.
“Kerana baru pertama masuk masjid, rasanya sangat aneh. Biasanya saat ke gereja ada nyanyian atau apa, di sini (masjid) tidak ada. Juga harus melepaskan sandal, duduk dengan rapi,” ungkapnya.
Tanpa tahu bacaannya, ia mengikuti gerakan shalat. Ia sempat menjadi bahan tertawaan ketika pada rakaan pertama langsung sujud, tanpa ruku terlebih dulu. Setelah selesai shalat Jumaat, Orlando jumpa ustaz minta diIslamkan. Ustaz terkejut, apa motivasinya.?
"Saya terus jawab, kerana kesedaran sendiri. Ustaz tanya lagi, usai ucap dua kalimat syahadat apakah Orlando ikhlas mengikuti ajaran Islam? Jawab saya, ya ustaz,” kata Orlando.
Ustaz menawarkan padanya nama baru. Orlando pun mengiyakan. Nama lama, Arnaldo Pinto, menjadi Muhammad Orlando.
“Saya waktu itu persilakan ustaz berikan nama apapun buat saya. Cuma saya bilang waktu itu, banyak teman memanggil saya Aldo, atau sahabat saya memanggil saya Orlando. Saat itu, ustaz akhirnya memberi nama saya Muhammad Orlando,” ungkap dia.
Setelah itu, Orlando diajar berwudhu, shalat, dan doa. Babak baru keIslaman Orlando terus berlanjut. Orang tua angkatnya mengirim dia ke sebuah pesantren di Jawa Timur. Di awal, Orlando yang sudah berusia 15 tahun diapi-apikan agar tidak masuk pesantren.
"Ada seseorang yang berbisik kepada saya. Kamu nanti, kalau masuk sana bakal tidak selesa. Makan diatur, jam tidur sedikit. Kamu pasti takkan selesa.” cerita Orlando.
Hasutan-hasutan itu rupanya tidak menggentarkan niat Orlando. "Awalnya saya takut, tapi kerana jiwa saya seorang perantau. Maka saya memutuskan berangkat. Di sana saya belajar Iqra, dan Islam setiap hari,” papar dia.
Di pesantren itu, pengetahuan Orlando meluas. Enam bulan mondok, Orlando sudah boleh baca sejumlah surat Alquran. Tahun 2002, dia pun mahir membaca Alquran.
“Di awal, saya banyak ditertawakan teman-teman. Al Fatihah bacaanya tidak jelas. Sudah begitu, Bahasa Indonesia saya juga terbata-bata, baru belajar,” kenang dia.
Di pesantren itu pula, Orlando dikhitan. Setelah mengeyam pendidikan di pesantren Al-Ikhlas, Mojokerto, Orlando segera membantu ustaz-ustaz membimbing mualaf baru. Berkat pengalaman jadi mualaf, dia tahu betul cara mendidik saudara-saudaranya yang baru memeluk Islam. Tidak lama, orang tua angkatnya meminta dia kebali ke NTT untuk mengamalkan ilmunya.
Kebetulan pula saat itu, ada seorang dermawan, tengah membangun masjid megah berikut wismanya. Selama tujuh bulan Orlando mengabdi di sana. “Saya baru sedar, menghadapi masyarakat itu tidaklah mudah,” kata dia.
Dari situlah, lantaran merasa ilmunya yang kurang, Orlando memutuskan untuk hijrah ke Jakarta, untuk menempuh pendidikan S1 di LPIA, Jakarta Selatan. Beruntung baginya, lantaran dia berasal dari Timor-timur maka dia dimudahkan masuk LPIA. Dua bulan di kampus, Orlando boleh bahasa arab, pengetahuan tentang Islam bertambah, begitu pula dengan Alquran dan hadis.
Ke depan, usai menyelesaikan studinya, Orlando berharap dapat kembali ke NTT untuk membantu dakwah di sana. Kebetulan orang tua angkatnya tengah membangun masjid. “Saya juga berharap menghantar hidayah kepada keluarga,” ujarnya.
Keluarganya di Timor Leste masih memeluk agama lama. Namun, hubungan mereka tidak terputus. “Satu minggu yang lalu, setelah 11 tahun, saya dihubungi ibu. Walaupun saya sudah berpindah keyakinan, mereka tidak masalah. Tapi wajar bila ada yang tidak senang,” ungkap Orlando.
Biasa la tu..
Bergendang dengan berpakaian tradisional. (2009)
Begitulah kisah anak muda Timor Leste yang memilih jalan yang betul, lurus dan terang, bukan bengkang-bengkuk lagi gelap-zulumat..
Ihdinas Saratol Mustaqim..
Ibnu Hasyim
alamat: ibnuhasyim@gmail.com
22 Jan 12
Dili, Timor Leste.