Presiden Mesir yang
digulingkan Muhammad Mursi bertekad dengan tegas terhadap rejim baru
negara itu dalam merebut kekuasaan. Mursi menyatakan, tidak akan mundur
dari peta politik meski nyawa menjadi taruhannya.
"Saya tetap berdiri di tanah ini
(Mesir) sampai nafas terakhirku," kata Mursi, baru-baru ini, seperti
disiarkan Anadolu Agency, Selasa (17/9). Ungkapan itu diucapkan
sewakrtu beliau melakukan komunikasi rahsia bersama sanak keluarganya.
Anadolu Agency melaporkan, Mursi berhasil melakukan sambungan telepon dengan anggota keluarga. Di dalam percakapan tersebut, Mursi mengatakan keadaan dirinya setakat ini baik saja. Meski pun, katanya, sewaktu berada dalam penjara, tidak satu pun maklumat dari luar luput dari pantauannya. Hanya saja, menurutnya, dirinya tidak tahu beliau berada di penjara mana.
Sambungan melalui seluler itu dikatakan komunikasi pertama Mursi setelah beliau dimasukkan ke penjara oleh pihak tentera. Pejabat berita di Ankara, Turki itu menyatakan, sejak dikudeta oleh Panglima Tentera Jenderal Abdel Fattah el-Sisi, Mursi dilarang bertemu dan berkomunikasi dengan sanak keluarga serta handai taulan.
Selama percakapan, Mursi pun menceritakan tentang introgasi paksa terhadap dirinya. Bulan lalu, kata di, seorang mengaku pendakwa menemuinya di penjara. Tapi, cerita Mursi, introgasi dilakukan tanpa mengetahui muka. Itu dikatakan dia, lantaran penjaga penjara memberi kain hitam penutup mata dan wajah terhadap Mursi. Pembicaraan itu pun dikatakan dia tidak berlangsung lama.
Anadolu Agency melaporkan, Mursi berhasil melakukan sambungan telepon dengan anggota keluarga. Di dalam percakapan tersebut, Mursi mengatakan keadaan dirinya setakat ini baik saja. Meski pun, katanya, sewaktu berada dalam penjara, tidak satu pun maklumat dari luar luput dari pantauannya. Hanya saja, menurutnya, dirinya tidak tahu beliau berada di penjara mana.
Sambungan melalui seluler itu dikatakan komunikasi pertama Mursi setelah beliau dimasukkan ke penjara oleh pihak tentera. Pejabat berita di Ankara, Turki itu menyatakan, sejak dikudeta oleh Panglima Tentera Jenderal Abdel Fattah el-Sisi, Mursi dilarang bertemu dan berkomunikasi dengan sanak keluarga serta handai taulan.
Selama percakapan, Mursi pun menceritakan tentang introgasi paksa terhadap dirinya. Bulan lalu, kata di, seorang mengaku pendakwa menemuinya di penjara. Tapi, cerita Mursi, introgasi dilakukan tanpa mengetahui muka. Itu dikatakan dia, lantaran penjaga penjara memberi kain hitam penutup mata dan wajah terhadap Mursi. Pembicaraan itu pun dikatakan dia tidak berlangsung lama.
"Saya katakan kepada mereka (pengintrogasi), 'saya presiden yang sah negara ini'," sambung Mursi.
Selanjutnya, kata dia, apapun yang dituduhkan terhadapnya adalah tidak benar. Mursi menegaskan punya kekebalan hukum sebagai presiden yang sah di Negeri Piramid itu.
"Saya menolak untuk mengakui semua itu (tuduhan)," ujar dia.(Hrkh)
Selanjutnya, kata dia, apapun yang dituduhkan terhadapnya adalah tidak benar. Mursi menegaskan punya kekebalan hukum sebagai presiden yang sah di Negeri Piramid itu.
"Saya menolak untuk mengakui semua itu (tuduhan)," ujar dia.(Hrkh)
Quebec: Ribuan orang di Quebec Sabtu siang 14 Sept 2013 turun ke jalanraya menentang rencana larangan penggunaan pakaian dan asesoris keagamaan oleh pegawai kerajaan dan meminta agar Menteri Pertama Quebec, Pauline Marois mengakhiri “politik perpecahan.” lapor Hidayatullah.com, Indonesia.
"Partai di lembaga legislatif Provinsi Quebec, Parti Quebecois (PQ), awal minggu lalu mengajukan usulan berupa larangan penggunaan simbol-simbol keagamaan termasuk hijab, turban, yarmulke atau kippah (topi Yahudi) dan salib berukuran di atas rata-rata– oleh para pegawai publik." Lapornya lagi.
Jejak pendapat menunjukkan sebahagian warga Quebec menyokong larangan tersebut, terutama di daerah-daerah terpencil. PQ berpendapat, larangan penggunaan simbol agama perlu, untuk memastikan pegawai awam menunjukkan wajah netral dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengunjuk perasaan memulai aksinya di lapangan pusat kota Quebec.
Sementara penentangnya menyebut larangan itu bersifat diskriminatif. Tunjuk perasaan diikuti kebanyakan oleh kaum Muslim dan penganut Sikh. Lainnya berasal dari berbagai kelompok, termasuk mereka yang mengaku tidak beragama.
“Ini waktunya bagi semua agama untuk datang bersama demi apa yang mereka yakini,” kata Norman Safdar, seorang jurutera berusia 24 tahun. “Kami datang ke sini untuk kebebasan,” kata Safdar yang berasal dari Pakistan dan mengenakan peci Muslim, lapor media Kanada The Star.
Mereka mengecam Pauline Marois, tokoh PQ dan juga menteri pertama (ketua pemerintahan) Provinsi Quebec. Marois merupakan pendukung model integrasi sekuler di negara itu, yang juga melarang penggunaan hijab di sekolah-sekolah. Penunjuk perasaan membawa sejumlah tulisan protes, antara lain “Quebec bukan Perancis”.
Quebec merupakan provinsi di Kanada dengan penduduk majoriti berbahasa Perancis, juga merupakan negara Eropah yang melarangan hijab. Harbhajan Singh, warga Sikh berusia 60 tahun pengguna turban, menyatakan kekecewaannya terhadap larangan yang menyekat umat beragama.
“Selama ini kami sudah tinggal di sini dengan sangat damai, tanpa ada masalah,” kata Singh yang pindah dari India ke Kanada 40 tahun lalu.
Meskipun umat Yahudi mengaku menentang rencana larangan penggunaan simbol keagamaan itu, namun mereka tidak mahu ikut serta dalam unjuk rasa tersebut. Selain beralasan acaranya bertepatan dengan hari suci Yom Kippur, Centre for Israel and Jewish Affairs juga mengaku tidak ingin aksinya dikaitkan dengan kelompok lain iaitu Quebec Collective Against Islamophobia.
Perdana Menteri Kanada Stephen Harper yang dimintai pendapatnya mengenai usulan PQ itu mengatakan, menurutnya usulan tersebut tidak akan ke mana-mana dan warga Quebec dapat melahirkan kesimpulan masuk akal seiring dengan perdebatan yang terus berlangsung.
Harper juga mengingatkan bahawa tidak ada satu pun dari tiga partai lain di parlemen Quebec yang menyokong usulan PQ tersebut. Kenyataan Harper itu dikemukakan hari Isnin 16 Sept 2013, setelah Journal de Montreal merilis hasil survei tentang rencana larangan penggunaan simbol keagamaan bagi pegawai kerajaan. Hasil jajak pendapat itu menunjukkan, 43 persen dari 2,000 responden di seluruh Quebec menyatakan menyokong, dan 42 persen menyatakan menentang.
Jajak pendapat itu dilakukan oleh perusahaan Leger Marketing pada Jumaat dan Sabtu minggu kelmarin. Pendukung terbanyak berasal dari warga selatan dan utara Montreal, termasuk Laval, Longueuil dan barat Quebec, serta Gatineau. Penentangnya kebanyakan merupakan warga di kota-kota besar seperti Montreal dan Quebec City, ibukota Provinsi Quebec. Lapor Hidayatullah.com seterusnya.
Komen Weblog Ibnu Hasyim, "Jelas, larangan guna simbul agama adalah amalan politik perpecahan. Kita kena kembali kepada hidup beragama, apalagi agama yang berasal wahyu dari langit." Kata editornya Dr Hj Mohd Hasyim.
Lihat sebelum ini...
E-Buku IH-41: Kerukunan Umat Beragama